Pada suatu ketika, saya bersama dua teman berkunjung ke dhalem (rumah) Kiai Raedu Basha. Kiai muda, pengasuh Pesantren Darus Salam, Billapora, Ganding, Sumenep, Jawa Timur, ini adalah penyair dan sastrawan yang sudah malang melintang di dunia literasi.
Minggu, 6 September 2020, siang itu saya dan kedua teman tiba di area Pesantren Darus Salam. Disambut bahagia oleh tuan rumah. Kami pun berbincang dan bersenda dalam gurau yang begitu akrab dan cair.
Hingga sampai pada sebuah momen, di mana Kiai Raedu menyampaikan sebuah platform kepenulisan yang terkait erat dengan kesantrian.
“Silakan kirim puisi, atau tulisan lainnya di duniasantri.co,” demikian Kiai muda penuh talenta ini memberitahukan kepada kami tentang sebuah wadah literasi.
Saya hanya mendengarkan saja, tapi dalam benak saya terbersit keinginan untuk mencoba di platform ini. Tetapi itu tidak saya ungkapkan di depan Raedu dan teman-teman karena khawatir tidak sukses atau tidak dimuat.
Sesampainya di rumah, saya bongkar-bongkar manuskrip di laptop, mencari-cari tulisan yang bercecer entah di mana. Setelah beberapa saat klik sana klik sini, akhirnya didapat naskah dengan judul “Santri, Sastra, dan Terapi Mental” dan “Wajah Ibu di Bingkai Jendela”. Yang pertama merupakan opini dan yang kedua berupa cerpen.
Itulah kedua tulisan saya yang pertama kali dimuat di duniasantri.co. Pemuatan tulisan ini membuat semangat literasi saya berkobar. Meski sebelumnya beberapa tulisan saya sudah dimuat, baik di media cetak maupun elektronik, namun di duniasantri intensitasnya jauh lebih banyak. Karena duniasantri bagaikan dunia saya sendiri.
Literasi di duniasantri adalah literasi tanpa batas. Artinya, berbagai genre tulisan terwadahi di platform ini. Dari fiksi dan nonfiksi, dari Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Semua dapat disubmit di duniasantri.co.
Hal inilah yang kemudian menjadikan saya betah. Belum lagi para admin yang sangat humble, penuh perhatian, dan bersikap begitu dedikatif. Seringkali jejaring duniasantri (JDS) mengadakan silaturahmi meskipun secara virtual.