Ruangan berdinding dari bilah bambu itu terasa semakin panas. Warga yang sudah berbulan-bulan dilanda paceklik terus mendesak Pak RT. Gemeretak obor di pojok ruangan menambah temaram keadaan.
Tahun 1950-an, negeri ini disibukan dengan penataan infrastruktur pasca kemerdekaan. Hal itu berdampak pada kemakmuran rakyat. Kemiskinan, kelaparan, dan kebodohan merajalela. Padukuhan Wiyagan mengandalkan pertanian dan perikanan pada bendungan di utara desa. Namun, kini bendungan itu telah kering.
“Sudah kubilang, Pak RT! Jono itu sumber bala bagi desa kita. Wabah, gagal panen, sampai bendungan mengering pasti itu akibat jampi-jampinya,” tuduhBadrun.
“Betul, Pak! Kemarin saya melihatnya membawa buku lusuh sambil komat-kamit sembari menengadah. Tak lama, dia meludah ke bendungan kita,” sambung Warno dari belakang, menguatkan laporan Badrun.
“Sudah-sudah! Harap semua kembali duduk. Tenangkan pikiran, jangan menuduh orang lain,” ujar Pak RT menenangkan warga.
Tamu yang hadir dalam rapat merasa tak puas. Mereka terus saja bersahutan membenarkan ucapan Badrun. Namun, mendengar jawaban Pak RT, suasana semakin kacau.
“Bapak membela Jono? Jangan-jangan kalian bersekongkol untuk membuat banyaknya kematian penduduk, agar semakin kaya karena kalian mendapatkan tumbal pesugihan!” teriak Badrun memengaruhi warga lain.
“Jaga mulutmu, Badrun!” bentak Pak RT sambil menatapnya tajam.
***
“Mak, kenapa mereka menuduhku menjadi biang permasalahan di padukuhan kita?” keluh Jono.
Sarmi tersenyum mendengar hal itu. Sembari menyelesaikan pembuatan gula jawa, dia memindahkan panci berisi gula cair ke meja di samping Jono.
“Sudahlah, Nak. Itu tuduhan warga yang tak berdasar. Mamak tahu kamu tidak melakukan hal itu,” ujar Sarmi menenangkan.
Mendengar ucapan mamaknya, tampak Jono menghela napas berat. Masih ingat di benaknya. Pada rapat desa, banyak warga yang menuduhnya mengguna-guna bendungan. Padahal, dia hanya membaca buku yang diberikan oleh leluhurnya secara turun-temurun. Yang diyakininya, kalau ada persoalan paceklik, dia harus membaca tulisan di buku itu, sambil mengusap wajah dan meludah ke bendungan yang menjadi sumber utama kehidupan masyarakat. Maka, bendungan utara desa menjadi pilihanya.