Permasalahan lingkungan selalu menjadi isu sentral pada abad ini. Bagaimana tidak, perubahan iklim yang tengah kita rasakan merupakan efek dari menipisnya lapisan ozon pada atmosfer Bumi yang disebabkan meningkatnya suhu panas global secara terus menerus. Tak ayal, dengan kondisi alam yang memprihatinkan ini, sering terjadi bencana alam di berbagai belahan dunia.
Seperti yang dilansir Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNBN), bahwa terjadi peningkatan 39% bencana alam pada tahun 2023 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementaraitu, bencana yang paling banyak terjadi adalah kasus kebakaran hutan dan lahan yang tercatat ada 1.802 kejadian.
Banyak kerusakan lingkungan terjadi karena pencemaran air, tanah, polusi udara, eksploitasi hutan, dan limbah pabrik industri. Sebagai problem universal karena menyentuh secara negatif semua anggota masyarakat, sudah seharusnya masalah ini tidak ditangani oleh kecanggihan teknologi saja, tetapi juga partisipan dan kesadaran dari setiap individu masyarakat lebih. Nah, di sinilah pentingnya peranan manusia yang memiliki potensi positif untuk bertanggung jawab memelihara Bumi.
Menurut pakar ekologi lingkungan yang dikutip oleh Prof Quraish Shihab, kemajuan peradaban saat ini menghasilkan dua dampak besar yang bertolak belakang, yaitu kemajuan material di bidang teknologi industri dan kemunduran di bidang lingkungan akibat pencemarannya. Salah satu akar terjadinya kerusakan lingkungan disebut karena faktor kemerosotan di bidang moral dan spiritual. Apabila pencemaran lingkungan terus berlanjut tanpa upaya serius dari manusia secara bersama-sama akan melahirkan dampak buruk yang akan terjadi.
Peran agama yang secara kelembagaan seperti pesantren dapat mendorong terwujudnya tindakan sosial dalam melestarkan lingkungan hidup melalui pendekatan moral agama (baca: ekoteologi), tindakan ini muncul apabila seorang yang mengemban ilmu didalamnya (baca: santri) terlibat aktif diberbagai instrumen masyarakat untuk melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat, maka dari itu peran santri sangat dibutuhkan untuk mendorong terbentuknya kohesivitas atau solidaritas sosial dalam memelihara dan melestarikan lingkungan hidup berkelanjutan.
Melestarikan memiliki makna yang sangat luas, bisa diartikan sebagai menjaga, memelihara, mempertahkan, dan mengoptimalkan. Sedangkan, dalam konsep ekoteologi Islam, ungkapan pemeliharaan lingkungan diistilahkan dengan hifzul-bi’ah. Terkait pentingnya menjaga dan memelihara lingkungan, Allah telah mengisyaratkan dalam firman-Nya yang terdapat pada QS. Al Baqarah ayat 29 berbunyi: