“Yalil-Yalil” dan Standar Kecantikan Muslimah

78 views

Dewasa ini, sedang tren yalil-yalil. Yalil-yalil sebenarnya merupakan sebuah potongan lagu Arab yang dijadikan backsound video atau foto perempuan yang berpakaian ala Timur Tengah dan berparas cantik.

Fenomena ini kemudian melahirkan stereotip baru: perempuan berpenampilan gamis atau abaya, ditambah make-up yang menunjang kecantikan, dianggap sebagai orang agamis, yang paham agama. Pemahaman semacam ini kurang dibenarkan. Perlu diluruskan.

Advertisements

Mengejutkan lagi, mereka berpenampilan ala yalil-yalil tiba-tiba dipanggil ‘ning’ dadakan. Padahal, panggilan hormat itu tentu saja tidak sembarang orang dapat menyandangnya. Kini malah dengan mudahnya, dengan entengnya sebutan itu digunakan.

Jika masyarakat awam terjebak dengan pemahaman semacam ini, bukankah menjadi tersesat karena mengikuti orang yang dianggap paham agama hanya modal busana spek yalil-yalil, padahal nyatanya tidak demikian?

Panggilan ‘ning’ hakikatnya disematkan pada putri kiai yang diharapkan mampu meneruskan dakwah ayahnya. Memiliki keluasan ilmu agama, akhlak yang baik, sehingga menjadi teladan yang baik bagi para muslimah lain. Tidak salah jika panggilan ini begitu berat dibawa oleh para putri kiai.

Namun siapa sangka, kini panggilan ‘ning’ menjadi sangat mudah didapat dan ringan dibawa hanya dengan modal lahiriah yang sedemikian yalil-yalil.

Dari Mana Tren Yalil-Yalil

Di ruang media sosial, tidak luput dari sorotan publik bagi siapa saja yang berhasil menarik perhatian publik. Tak terkecuali Nawaning, atau wadah para putri kiai, yang dipandang memiliki pesona luar biasa. Pakaian indah dan rupa yang memesona. Masyarakat awam yang kurang begitu paham dalam hal teladan-meneladani, rentan salah dalam meneladani mereka. Yang diteladani justru lahiriahnya, bagaimana cara berpakaiannya, gaya hidupnya, make-up-nya. Tapi lupa atau bahkan tidak mengindahkan untuk meneladani semangat thalabul ilmi atau ngajinya.

Boleh-boleh saja, jika Nawaning menampakkan pesona diri di ruang media sosial. Mereka adalah manusia biasa yang sah-sah saja mengikuti arus media sosial. Karena membawa nama besar nasab, alangkah baiknya untuk tidak melalaikan memberikan teladan bagi masyarakat untuk semangat ngaji, belajar, dan akhlak yang baik. Tidak harus sempurna, setidaknya, meninggalkan tindakan-tindakan yang sekiranya kurang baik jika dicontoh masyarakat.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan