AI dan Radikalisme di Dunia Digital

27 views

Di era digital yang semakin terhubung, radikalisasi telah menemukan saluran baru dan lebih canggih melalui teknologi yang berkembang pesat. Kemajuan ini menghadirkan tantangan baru yang perlu kita waspadai: dampak teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dalam memperburuk dan mengatasi radikalisasi.

Teknologi ini tidak hanya membantu dalam menganalisis pola perilaku online, tetapi juga memiliki potensi untuk memperburuk situasi jika tidak dikelola dengan hati-hati.

Advertisements

Artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana AI berdampak pada radikalisasi digital dengan menyoroti berbagai aspek, mulai dari teknologi deepfake hingga algoritma media sosial, serta strategi mitigasi yang diperlukan.

Deepfake adalah teknologi yang memungkinkan pembuatan video yang sangat realistis dan manipulatif, sering kali menggunakan AI untuk menciptakan konten yang menipu. Teknologi ini telah digunakan oleh kelompok ekstremis untuk menyebarluaskan propaganda yang dapat mengelabui publik dan memperburuk ketegangan sosial.

Misalnya, dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Sari (2024, hlm. 45), ditemukan bahwa deepfake memiliki potensi besar untuk memperburuk radikalisasi dengan menyebarkan informasi palsu dan menyesatkan.

Kasus video deepfake yang menampilkan pemimpin politik dalam pernyataan kontroversial menjadi contoh nyata dampak negatif dari teknologi ini.

Pada tahun 2023, video deepfake yang menunjukkan seorang pejabat pemerintah dalam skandal fiktif menyebabkan kerusuhan politik dan meningkatkan ketegangan diplomatik antara negara-negara (Smith & Jones, 2024, hlm. 103). Dampak dari video tersebut menunjukkan betapa berbahayanya teknologi ini dalam memanipulasi persepsi publik dan mempromosikan ideologi ekstremis.

Algoritma yang dikendalikan oleh AI di media sosial berfungsi untuk menampilkan konten yang relevan dengan preferensi pengguna. Namun, algoritma ini sering kali memperkuat echo chambers —ruang gema di mana pengguna hanya terpapar pada pandangan yang sejalan dengan ideologi mereka sendiri. Hernandez (2024, hlm. 78) menjelaskan bahwa algoritma media sosial memperkuat bias pengguna dan memperburuk polarisasi sosial.

Misalnya, penelitian oleh Nguyen (2024, hlm. 92) mengungkapkan bahwa algoritma media sosial seringkali memfilter konten sehingga pengguna hanya melihat informasi yang sesuai dengan pandangan mereka, yang memperburuk radikalisasi.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan