Menuntut ilmu memanglah suatu kewajiban bagi seorang Muslim baik laki-laki maupun perempuan. Perbedaan gender bukan menjadi penyekat hak orang lain untuk menuntut ilmu. Islam pun mewajibkan kita menuntut ilmu. Ada banyak sekali dalil yang berbicara tentang wajibnya menuntut ilmu. Salah satunya adalah sebuah hadis Nabi yang cukup popular di kalangan santri, yaitu:
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
Artinya kurang lebih menuntut ilmu wajib hukumnya bagi seorang Muslim baik laki-laki atau perempuan.
Semangat menuntut ilmu sudah dicontohkan oleh para ulama Muslim abad ke-7-10, seperti Al-Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Jabir Ibn Hayyan, Al Khawarizmi, Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Syafi’i, Imam Maliki, dan masih banyak lagi.
Apabila kita mau membaca sejarah perjalanan intlektual mereka, maka kita akan mendapati kisah mereka dalam mengembara mencari ilmu dari dari kota ke kota, dari satu majlis ke majlis lainya, dan dari guru ke guru lainya. Jarak yang jauh pun bukan menjadi penghalang bagi mereka untuk menuntut ilmu.
Semangatnya menuntut ilmu itu tak hanya mengalahkan jarak tempuh. Mereka sudah mengabdikan seluruh hidupnya untuk mencari ilmu. Dan lahirnya ulama-ulama hebat pencinta ilmu tersebut telah membawa Islam mencapai puncak kejayaannya, apalagi di masa Khalifah Al-Makmun dan Harun Ar-Rasyid. Pada masa itu, para ulama banyak menghasilkan karya tulis yang diabadikan di perpustakaan Baghdad.
Saking semangatnya dalam menuntut ilmu, sebagaian ulama ada yang sampai lupa untuk menikah. Bahkan ada yang lebih ekstrem lagi, yaitu enggan menikah meskipun sudah banyak orang yang mencoba meminangnya.
Karena itu, di dunia Islam kadang kita jumpai ulama-ulama yang tidak menikah dengan alasan yanng macam-macam. Bahkan, ada kitab yang secara khusus membicarakan ulama yang tidak menikah atau memilih menjomblo. Kitab itu berjudul Ulama Al Uzzab Alladhina A’tsarul Ilma A’la Zawaj (ulama tidak menikah, memilih mendedikasikan hidupnya demi ilmu dari pada menikah) yang dikarang oleh Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah.