Pandemi global penyebaran virus Corona yang juga melanda Indonesia bukan pandemi pertama bagi Indonesia. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Indonesia pernah menghadapi wabah yang cukup berbahaya, yakni wabah pes dan influenza. Hal ini disampaikan oleh sejarawan Syefri Luwis pada diskusi online Jejaring Dunia Santri, Sabtu (16/05/2020), yang bertemakan Sejarah Pandemi.
Wabah pes pertama kali diumumkan tersebar di Hindia Belanda (sebutan lama Indonesia) pada 1911, tepatnya di Malang. Namun, sebenarnya wabah ini sudah ada jauh sebelum itu. Pada 1905 terdapat dua orang kulit di Pelabuhan Bandar Deli yang dilaporkan terjangkit virus tersebut. Tetapi pada saat itu pemerintah mengabaikan dan menganggap wabah pes tidak akan masuk ke Indonesia.
Prediksi pemerintah colonial ternyata meleset. Banyak korban wabah pes berjatuhan di Malang pada 1911. Wabah ini diperkirakan tersebar melalui kutu tikus yang terdapat pada beras impor dari Myanmar. Beras impor tersebut mulanya diturunkan di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kemudian diangkut dan dibawa ke Malang. “Transportasi menjadi salah satu faktor utama penyebaran wabah,” tutur Syefri.
Korban wabah pes pada 1911 dan 1912 disebutkan sekitar 2000 orang. Angka ini mengalami lonjakan drastis pada 1913 dengan jumlah korban sekitar 11 ribu orang. Penyebabnya tidak terlepas dari pembukaan karantina kota atas permintaan para pengusaha perkebunan di Malang. Di tahun berikutnya, jumlah korban mencapai 15 ribu orang. Angka ini menyusut tajam pada tahun 1915 dengan jumlah korban 1.638 orang seiring dengan didirikannya Burgelijken Geneeskundigen Dienst (BGD) , yakni dinas pemberantasan pes.
Tidak berbeda dengan kebijakan karantina yang diberlakukan saat ini, pada 1911 tersebut pemerintah juga mengeluarkan kebijakan karantina kota di Malang untuk menekan jumlah korban pes. Pemerintah Hindia Belanda juga melakukan berbagai upaya lain untuk menangani wabah, seperti penangkapan dan pembunuhan tikus serta penyemprotan disinfektan pada kereta api.
Pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu juga mengeluarkan kebijakan yang cukup ekstrem, seperti pengosongan dan pembakaran desa yang seluruh warganya terjangkit wabah pes dan membangun desa baru. Warga juga dilarang keras keluar-masuk Malang. Jika hal demikian terjadi, maka warga yang melanggar akan ditembak mati.