Pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun ibarat mutiara yang selama berabad-abad terkubur dalam-dalam di dunia Islam. Baru belakangan, pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun yang melampaui zaman tersebut digali dan ditemukan kembali sebagai salah satu pijakan untuk membangun kembali dunia intelektual di dunia Islam.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi dan buku Negara Rasional: Warisan Pemikiran Ibnu Khaldun yang diselenggarakan jejaring duniasantri bekerja sama dengan Makara Art Center Universitas Indonesia (MAC UI), Sabtu, 20 November 2021. Bedah buku dilaksanakan secara hybrid, di auditorium MAC UI Depok, Jawa Barat dan disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube.
Pembicara utama adalah Dr Abdul Aziz MA yang juga Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Saudi Arabia yang akan mulai bertugas pada 1 Desember 2021. Adapun, pembahas dalam bedah buku ini adalah peneliti dan cendekiawan muslim Fachry Ali MA, dosen program pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Siti Musdah Mulia, dan intelektual muda dan ahli sastra Arab Dr.phil Zacky Khairul Umam MA.
Bedah buku yang dimoderatori Dr Taufik Asmiyanto ini dibuka oleh Wakil Rektor UI Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof Dr rer. nat. Abdul Haris, M.Sc. Sebelum bedah buku dimulai, Ketua Dewan Pembina jejaring duniasantri Ngatawi Al-Zastrouw memberikan sambutan.
Abdul Aziz mengaku tergolong “terlambat” mengenal dan tertarik mendalami pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun. Karena itu, buku Negara Rasional: Warisan Pemikiran Ibnu Khaldun ini disebutnya sebagai langkah awal untuk menggali kembali khazanah-khazanah pemikiran Ibnu Khaldun yang perlu terus dilanjutkan dengan tema-tema yang lebih beragam.
Pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun yang mencakup berbagai bidang keilmuan, menurutnya, perlu dikaji kembali untuk menumbuhkan kembali semangat intelektual dunia Islam dalam rangka mencari jawaban terhadap berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam kekinian, termasuk di Indonesia. Termasuk dalam kontruksi bentuk negara, misalnya, Ibnu Khaldun menawarkan gagasan rasional dengan pendekatan keilmuan, bukan pendekatan teologis.
“Dari pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun kita tahu bentuk dan sistem kenegaraan yang ideal itu seperti apa,” katanya.