Sebagai sebuah gerakan, radikalisme merupakan salah satu persoalan cukup akut di era mutakhir ini. Juga menjadi momok paling menakutkan. Bukan hanya bagi bangsa Indonesia, melainkan juga di belahan dunia lain. Pasalnya, selain berpotensi mengancam terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan bermaksud mengganti ideologi Pancasila dengan syariat Islam (khilafah Islamiyyah). Pun juga, dianggap meresahkan seluruh umat manusia melalui aksi-aksi heroiknya; menggunakan cara-cara kekerasan, memaksakan kehendak hingga aksi terorisme dalam mencapai tujuannya.
Dari perspektif sejarah, tumbuh dan berkembangnya gerakan-gerakan kelompok radikal adalah sebagai respons atas ketidakmampuan dalam mengelola diri terhadap pemahaman teks kitab suci (agama) serta realitas kehidupan (lingkungan) yang memaksa mereka seperti ini. Di tengah situasi dan kondisi inilah mereka berupaya mencari sebuah ‘tempat berteduh’ sebagai alternatif atas kekecewaannya.
Sementara itu, menurut Al-Qardhawi gerakan radikalisme tidak serta merta muncul dan terlahir dari ruang kosong, melainkan terdapat beberapa faktor yang mendorongnya. Di antaranya adalah: Pertama, minimnya pengetahuan mereka ihwal ilmu agama dikarenakan proses belajarnya secara instans dan doktriner. Ironinya, fenomena ini acap menimpa kalangan pelajar yang berlatarbelakang pendidikan umum.
Kedua, terlalu berlebihan dalam mengharamkan banyak hal yang justru memberatkan umat.
Ketiga, kemunculannya sebagai reaksi terhadap paham radikalisme lain; seperti sikap radikal kaum sekuler yang kerap menolak agama. Keempat, sebagai respons atas ketidakasilan sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Juga kegagalan pemerintah dalam menegakkan keadilan akhirnya direspons oleh mereka dengan menuntut penerapan syariat Islam (sistem khilafah). Yang menurutnya, dengan menerapkan syariat Islam mereka telah mematuhi perintah dan ajaran agama dalam rangka menegakkan keadilan.
Euben juga menyatakan bahwa munculnya gerakan radikalisme tidak bisa dipisahkan dengan modernisasi. Di mana secara tidak langsung umat Islam diposisikan sebagai kelas pekerja rendahan. Juga akibat dari ketertinggalan umat Islam dari Barat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yang oleh mereka dinilai memiliki dampak cukup signifikan bagi kehidupan kaum Muslim. Karenanya, bagi kelompok radikal salah satu cara merespons kondisi ini adalah dengan berjihad walaupun bertentangan dengan kehidupan masyarakat luas dan pemerintah.