Sebelum istilah Islam Nusantara ramai diperbincangkan, pasca-Muktamar NU di Jombang pada tahun 2015, Profesor Azyumardi Azra, seorang intelektual Muslim, sebenarnya sudah menggunakan term ini. Salah satu bukunya, yang terbit tahun 2002, ia beri judul Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal.
Konteks Nusantara dalam term ini, bagi Azra, tidak hanya sebatas kawasan negara Indonesia, namun juga termasuk wilayah Muslim Malaysia, Thailand Selatan (Patani), Singapura, Filipina Selatan (Moro), dan juga Champa (Kampuchea). Sehingga, dapat dipahami kalau baginya Islam Nusantara itu sama dengan Islam Asia Tenggara, yang juga disebut Islam Melayu-Indonesia.
Flowery Islam di Nusantara
Flowery Islam, atau Islam berbunga-bunga, merupakan istilah yang digunakan Azra dalam artikelnya berjudul “Jaringan Ulama Nusantara.”
Term ini ia gunakan untuk menyebut keberislaman masyarakat Muslim Nusantara, yang “mengamalkan Islam yang kaya dan penuh nuansa.” Kekayaan tradisi Islam lokal yang membuat wajah Islam Nusantara bak bunga yang penuh warna.
Kekhasan Islam Nusantara yang berbunga-bunga itu, menurut Azra, meliputi berbagai segi kehidupan masyarakat Muslim di kawasan ini. Tidak hanya dalam tradisi dan praktik keislaman yang kaya dan penuh nuansa, tetapi juga dalam kehidupan sosial, budaya dan politik.
Salah satu distingsi Islam Nusantara yang dijelaskan Azra perihal ortodoksi Islam Nusantara. Menurutnya, secara sederhana ortodoksi Islam Nusantara itu memiliki tiga unsur utama; kalam (teologi) Asy’ariyah, fikih Syafi’iyah–meski secara fikih sosial juga menerima tiga mazhab yang lain, dan tasawuf al-Ghazali. Wajah ortodoksi Islam Nusantara ini agak beda dengan ortodoksi Islam Arab Saudi, yang menurutnya memiliki dua unsur; kalam Salafi-Wahabi dan fikih Hanbaliyah.
Tidak seperti ortodoksi Islam Nusantara yang memiliki unsur tasawuf, ortodoksi Islam Arab Saudi justru menolak tasawuf yang dianggap mengandung banyak unsur bidah dhalalah (perkara baru yang sesat). Penolakan yang merupakan dampak dari kalam Salafi-Wahabi yang menekankan pada pemahaman Islam literal dan purifikasi. Poinnya di sini adalah, adanya distingsi yang menunjukkan perbedaan Islam Nusantara dengan Islam di kawasan lain.