Hari Guru yang diperingati tiap tanggal 25 November menjadi momen penting untuk menghormati dan menghargai jasa para pendidik atas dedikasi mereka demi kemajuan bangsa Indonesia.
Dalam banyak hal, guru sebenarnya merupakan pahlawan tanpa tanda jasa. Kontribusi guru telah memengaruhi banyak individu mencapai apa yang sudah dicapai sejauh ini. Bahkan, bukan hanya dalam bidang ilmu pengetahuan, namun yang lebih penting adalah pembentukan karakter mulia. Dalam konteks itu, santri juga memiliki peran di masa depan, bukan hanya sebagai peserta didik, tetapi juga sebagai guru.
Di Indonesia, pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dengan karakteristik spesifik berperan mencetak santri untuk membentuk akhlak yang baik. Hal ini menempatkan pesantren berperan sebagai institusi pendidikan yang mencetak lulusan dengan kepintaran intelektual dan spiritual.
Di pesantren, santri dituntun untuk taat, disiplin, serta berbakti pada masyarakat. Dengan karakteristik ini, santri memiliki potensi sebagai agen pendidikan yang efektif, baik sebagai guru atau ikon inspiratif di masyarakat. Pola pendidikan ini tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membangun karakter kuat pada siswa atau santri.
Sebagai contoh, guru berlatar belakang santri sering menanamkan nilai-nilai seperti integritas, kerja keras, dan tanggung jawab melalui pembelajaran sehari-hari. Mereka menjadi teladan moral, yang merupakan komponen penting dalam dunia pendidikan saat ini.
Dalam konteks yang lebih luas, santri yang telah menjadi guru juga mampu memberikan solusi berbasis nilai untuk mengatasi tantangan zaman. Guru yang mendidik siswa dapat menjadi benteng moral dengan menanamkan nilai-nilai luhur dalam kurikulum pendidikan. Ini karena, di tengah perkembangan teknologi dan globalisasi, generasi muda sering kali terpapar pada pengaruh negatif yang dapat merusak moral. Mereka tidak menolak modernitas; sebaliknya, mereka memanfaatkannya untuk menyebarkan kebajikan.
Tradisi keilmuan di pesantren yang berpusat pada pemahaman mendalam tentang kitab-kitab kuning dan ajaran Islam klasik menjadi modal berharga bagi santri untuk menjadi pendidik yang bijak. Metode ini memungkinkan mereka untuk mempromosikan prinsip universal seperti keadilan, kasih sayang, dan solidaritas. Oleh karena itu, guru dengan latar belakang santri tidak hanya berkontribusi pada pengajaran, tetapi juga membangun peradaban.