Saat dunia meratapi tragedi di Itaewon, Korea Selatan, pada Sabtu, 29 Oktober 2022, apa yang terjadi di Arab Saudi mencuri perhatian dan juga menyulut kontroversi. Inilah untuk kali pertama, sepanjang sejarahnya, Kerajaan Arab Saudi mengizinkan masyarakat setempat menggelar perayaan Halloween —suatu pesta yang mengakibatkan tragedi Itaewon yang menewaskan 155 orang.
Apa yang terjadi di Arab Saudi itu membetot perhatian masyarakat dunia, terutama dunia muslim. Masyarakat dunia heran, kenapa Arab Saudi yang selama ini dikenal begitu rigid dalam menjalankan syariat Islam, tiba-tiba membolehkan festival Halloween, yang tak lain berasal dari tradisi Celtic kuno Samhain, tradisi pengusiran hantu.
Tentu saja banyak masyarakat Arab Saudi yang riang gembira karena kini memiliki kebebasan untuk ikut merayakan festival Halloween. Namun, juga banyak masyarakat di sana yang mengelus dada seraya mempertanyakan kebijakan tersebut. Yang terbaca dari percakapan netizen, misalnya, soal seperti ini: kenapa festival Halloween diizinkan, tapi perayaan Maulid Nabi justru (masih) dilarang?
Dua hal tersebut, festival Halloween dan masalah perayaan Maulid Nabi, mewakili wajah Arab Saudi terkini yang sedang mulai berubah. Pelaksanaan festival Halloween bisa disebut sebagai simbol bahwa Kerajaan Arab Saudi mulai membuka diri terhadap tradisi yang datang bukan dari dirinya sendiri; sementara tiadanya perayaan Maulid Nabi sebagai simbol bahwa di sana ada bayang-bayang Wahabi.
Seperti kita tahu, perayaan Maulid Nabi, yang tak lain sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas kelahiran sang pembawa risalah dan kecintaan kepada Nabi Muhammad, merupakan salah satu tradisi yang dibidahkan atau diharamkan oleh ajaran Wahabi, paham yang secara resmi dianut Kerajaan Arab Saudi. Karena itu, sejak Kerajaan Arab Saudi berdiri pada 1932, di sana tak ada tradisi penyelenggaraan perayaan Maulid Nabi —pemandangan yang jauh berbeda dengan di Indonesia atau negeri muslim yang lainnya.
Arab Saudi menjadikan Wahabi sebagai paham atau ideologi resminya karena faktor sejarah. Negara itu berdiri sebagai hasil persekutuan antara Muhammad ibn Saud dengan Muhammad Abdul Wahab pada awal abad ke-19. Yang pertama adalah seorang pangeran yang ingin membangun basis kekuasaan, dan yang kedua adalah seorang ulama ideolog garis keras. Ajarannya yang terkenal adalah kembali ke Al-Quran dan Hadis secara murni.