Tak terasa Nahdlatul Ulama (NU) sudah berumur lebih dari seabad. Sebentar lagi NU akan merayakan hari kelahirannya (Harlah) yang ke-102.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur akan merayakan Harlah pada tanggal 24-25 Januari 2025. Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo, ditunjuk sebagai tuan rumah.
Penunjukan Nurul jadid sebagi tuan rumah telah diumumkan melalui surat resmi PWNU Jawa timur. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Probolinggo dan pengurus pondok juga ikut terlibat dalam membantu mensukseskan berlangsungnya acara. Harlah ini diperkirakan akan dihadiri 2.000 peserta dari berbagai kalangan, di antaranya para kiai, tokoh NU, warga Nahdliyyin, dan masyarakat umum.
Maskuri selaku ketua panitia pelaksana acara menjelaskan bahwa Nurul Jadid dipercaya untuk menjadi tuan rumah Harlah ke-102 NU tentu tidak terlepas dari peran besar pendiri sekaligus Pengasuh I Nurul Jadid, KH Zaini Mun’im di dalam perjuangannya terhadap NU.
Karena itu, pelaksanaan Harlah NU di Nurul Jadid bukan hanya sebatas acara seremonial belaka. Lebih dari itu, acara ini menjadi bentuk tabarrukkan kepada KH Zaini Mun’im.
Awal Mula Aktif di NU
Saat pulang menimba ilmu dari Mekkah tahun 1934, Kiai Zaini sudah aktif di organisasi NU di daerah asalnya, Pamekasan, Madura. Namun, pengabdiannya lebih condong kepada kekuatan kharismatiknya dibandingkan organisasinya.
Suatu hari pada tahun 1951, Kiai Zaini kedatangan tamu tiga orang kiai: KH Hasan Sepuh Genggong, KH Fathullah Kraksaan, dan KH Abdul Latif. Ketiga kiai tersebut bermaksud mengajak dan mengharap Kiai Zaini mau bergabung untuk mengurus dan mengayomi masyarakat dan organisasi NU.
Ajakan dari tiga kiai tersebut disambut hangat dan diterima dengan tangan terbuka oleh Kiai Zaini. Sebab, semangat perjuangan dan rasa pengabdiannya sangat tinggi di dalam dirinya. Sejak saat itu Kiai Zaini resmi menjadi anggota Rai’is Syuriyah NU Cabang Kraksaan, Probolinggo.
Pada Muktamar ke-19 tahun 1952 di Palembang, NU memutuskan untuk keluar dari Masyumi dan berdiri sendiri menjadi partai politik. Kiai Zaini mengalami kebingungan dan kebimbangan. Sebab, di dalam keduanya (NU dan Masyumi) terdapat dua gurunya yang sama-sama mempunyai peran besar.