wayang

Konsekuensi Ketokohan di Ruang Publik

38 views

Semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang angin menerpanya. Kutipan peribahasa untuk menggambarkan konsekuensi ketokohan di era digital. Di dunia serba ketersinggungan, setiap bahasan punya potensi sensitivitas terhadap orang lain. Sedangkan, hukum di negara demokrasi seperti Indonesia melindungi hak menyampaikan pendapat, namun ada juga hak untuk “menghukum” siapa pun di ruang publik (digital).

Kasus terbaru menimpa Ustaz Khalid Basalamah (UKB) yang diaporkan ke polisi terkait dugaan ujaran kebencian. Sebelumnya, UKB dalam ceramahnya tahun lalu di salah satu masjid kawasan Jakarta Selatan menyebutkan bahwa wayang hukumnya haram. UKB memberikan klarifikasi, “Pertama adalah, lingkupnya adalah pengajian kami dan jawaban seorang dai muslim kepada penanya muslim. Itu dulu batasannya.”

Advertisements

Sekarang kita bahas ruang lingkup yang dijadikan dalih pembelaan UKB. Bahwa hidup zaman sekarang tidak bisa seseorang membatasi pendapat jika tanpa peraturan atau pemberitahuan sebelumnya untuk tidak meliput (merekam) kegiatan. Kemajuan teknologi informasi dengan cepat menyampaikan pesan kepada publik yang tentu berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat, apalagi ada pernyataan yang menyinggung sebuah kelompok masyarakat.

Ruang lingkup sesama muslim wajar membahas keyakinan atau kepercayaan tentang hukum sesuatu. Namun menyebarkan bahasan yang sebelumnya privat ke ruang publik dengan motif penyebaran ideologi dan dakwah perlu mendapat respon hukum. Indonesia merupakan negara plural dengan berbagai aliran dan kepercayaan. Mengklaim kepercayaan lain salah (haram) dengan sikap yang tendensius ajaran kelompok akan menyebabkan konflik horizontal di masyarakat.

Ulama perlu mengedepankan ceramah yang fokus pada kebaikan dengan cara memanusiakan manusia. Mengajarkan cinta kasih, toleransi, gotong royong, dan sedekah sosial. Ulama perlu kerendahan hati bahwa setiap pendapat atau pernyataan tidak boleh dijadikan kebenaran absolut. Sehingga setiap jawaban atas pernyataan yang berpotensi menyinggung kelompok masyarakat harus disertakan narasi “menurut saya….”, bukan dengan “menurut Islam….”

Lingkar Ketokohan Publik

Ada pertanyaan menarik, mengapa pembahasan yang esensinya sama namun diucapkan oleh orang yang berbeda dapat memberikan konsekuensi yang berbeda juga?

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

One Reply to “Konsekuensi Ketokohan di Ruang Publik”

Tinggalkan Balasan