Muatan surah al-Muddatstsir, di antaranya adalah perintah untuk bangkit memberi peringatan, mengagungkan Tuhan, membersihkan pakaian, menghindari kejahatan, dan berbuat tanpa pamrih. Demikian isi awal surah al-Muddatstsir.
Sebagaimana saya sebutkan di tulisan awal, melalui ayat-ayat tersebut, hati dan jiwa Nabi Muhammad menjadi stabil dan tenang, kemudian beliau bangkit melaksanakan perintah Tuhan.
Telah dijelaskan bahwa proses peralihan dari manusia biasa menjadi nabi dan rasul berjalan dalam suatu proses yang panjang dan menjadi satu kesatuan rangkaian peristiwa. Banyak sekali riwayat yang menjelaskan persitiwa tersebut, terutama saat-saat genting penerimaan wahyu di Gua Hira.
Maka dari itu, saya akan menyadur dari riwayat Imam Bukhari, selain otentik sebagai hadits, matan haditsnya pun sesuai dengan logika sejarah. Terpenting lagi, melalui riwayat Imam Bukhari, kita akan mendapat gambaran yang lebih gamblang mengenai pengalaman yang dialami Nabi sebelum peristiwa menerima wahyu.
Sebelum menerima wahyu, beliau telah mengalami peristiwa-peristiwa yang belum pernah dialami sebelumnya, sebagaimana diterangkan dalam tulisan awal. Apakah dan bagaimanakah peristiwa itu?
Mengutip hadits riwayat al-Bukhari dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah ra. Hadits ini akan dibagi menjadi beberapa paragraf untuk memudahkan pemahaman dan gambaran urutan peristiwanya.
Aisyah ra, menuturkan: “Awal mula wahyu Rasulullah saw adalah mimpi nyata yang datang seperti fajar menyingsing.”
Uraian ini erat kaitannya dengan keterangan bahwa sebelum Nabi Muhammad memasuki tahap-tahap kenabian; jiwa dan hati serta perhatiannya telah tercurah dan terpusat pada pencarian kebenaran, seperti perilaku kelompok al-Hanifiyah. Beliau mendambakan agama Nabi Ibrahim. Allah telah mengarahkan kehidupan beliau pada jalan dan nilai kehidupan; jalan yang benar, mulia, dan penuh kebajikan. Pantas bila beliau menjadi prototipe bagi kemuliaan, kebajikan, dan kebersihan dari noda-noda lahir maupun batin. Sebuah nilai yang sepatutnya ada pada orang yang akan mengemban tugas suci.
Budi pekerti atau moralitas Muhammad yang luhur, mulai dari masa pertumbuhan sampai dewasa, merupakan bagian dari rangkaian penobatannya sebagai Nabi, meski tidak secara langsung.