Paham transnasional sudah berakar dengan kuat dan berhasil memasuki semua sektor kehidupan masyarakat. Menyusup mulai dari organisasi masyarakat hingga organisasi pemerintah. Hal itu terbukti dengan ditangkapnya pihak internal dalam kepengurusan MUI, terlibatnya ratusan pesantren dalam fantasi keberagamaan radikalisme, hingga yang terbaru, terlibatnya seorang dokter dalam pergerakan Jamaah Islamiyah (JI) dan pegawai negeri sipil dalam aksi terorisme.
Saat ini, kelindan kekerasan atas nama agama banyak bertebaran tidak terbendung. Islam di Indonesia dalam putaran revolusi bumi belakangan ini sedang diuji oleh Tuhan dalam beragam kelindan paham berislam yang menyimpang, baik masalah teologis, filosofis, dan sosiologis keberagamaan.
Fakta itu mendorong perbincangan kembali tentang Islam yang damai dan humanistik dalam konteks berislam di Indonesia kekinian. Ujian agama demikian mewujud dorongan moral untuk mereinterpretasi paham berislam yang kaffah dan mengasosiasinya dalam kehidupan berbangsa.
Humanisme dan Ujian Keberagamman
Islam adalah agama yang membawa kedamaian dan menolak kemungkaran. Datangnya Islam adalah bentuk kecintaan Tuhan (teosentrisme) untuk menjawab segala persoalan manusia dan memenuhi kebutuhan kemanusiaan (antroposentrisme). Dua hal itu tidak dapat dipisahkan dalam keberislaman seseorang. Di mana seseorang mengimani Tuhan, di saat bersamaan pula ia mencintai sesama.
Islam menempatkan ihwal kemanusiaan dalam sublim penghambaan yang luhur dan arif sebagai manifestasi ketakwaannya kepada Tuhan. Beragama berarti menumbuhkan spirit kemanusiaan, bukan melakukan kekerasan kepada sesama dengan dalih agama. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Orang Islam adalah seseorang yang dengan lisan dan tangannya menciptakan kedamaian terhadap pihak lain.”
Kita menyadari bahwa kepentingan manusia saat ini acap kali berdalihkan agama. Kekerasan, baik dalam bentuk wacana maupun fisik, banyak berseliweran berlandaskan distorsi tafsir tekstual-skriptisis (radikalis)/kontekstual-liberal (liberalis) terhadap nash Al-Quran dan sunnah al-Hadis.
Kekerasan wacana meliputi ujaran kebencian, black compaign, hoax, atau taghut sebagai justifikasi atau pembenaran tunggal terhadap kehendaknya. Juga kekerasan fisik berupa bom bunuh diri, memaksakan konsep khilafah Islamiyah dalam bernegara, formalisme agama, atau jihad fi sabilillah dalam kelindan paham radikalisme, ekstrimisme, dan liberalisme.