Ketika Nabi Ibrahim menyelesaikan struktur Ka’bah, Allah memerintahkannya untuk memanggil orang-orang untuk haji . Nabi Ibrahim memohon, “Ya Allah! Bagaimana suaraku bisa menjangkau semua orang itu?” Allah berfirman kepadanya bahwa tugasnya hanya untuk memberikan panggilan dan terserah kepada Allah untuk membuatnya mencapai orang-orang.
Nabi Ibrahim kemudian mendaki Gunung Arafat dan berseru dengan suara paling keras, “Wahai Manusia! Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atasmu haji, maka lakukanlah haji.”
Allah berfirman dalam Al- Qur’an: “Dan beritakanlah haji di antara manusia. Mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan (menunggangi) setiap unta, bersandar pada perjalanan melalui jalan gunung yang dalam dan jauh” (Surat Al-Hajj, Ayat 28).
Sampai hari ini jutaan demi jutaan Muslim terus menjawab panggilan Nabi Ibrahim. Mungkin tahun ini kita termasuk di antara mereka yang menjawab panggilan tersebut.
‘Amr ibn Al-‘Aas meriwayatkan, “Ketika Islam memasuki hatiku, aku pergi ke Rasulullah dan berkata, ‘Ulurkan tanganmu agar aku bisa berjanji setia padamu.’ Nabi merentangkan tangannya, tapi aku menarik tanganku. Dia berkata, ‘Ada apa ‘Amr?’ Saya berkata, ‘Saya ingin membuat suatu syarat.’ ‘Dan apa itu?’ dia berkata. Saya berkata, ‘Bahwa Allah akan mengampuni saya.’ Kemudian Rasulullah bersabda, ‘Apakah kamu tidak tahu bahwa Islam menghapus apa yang datang sebelumnya, dan bahwa hijrah menghapus apa yang datang sebelumnya dan bahwa haji menghapus apa yang datang sebelumnya! (Sahih Muslim).
Haji adalah rukun kelima yang di atasnya Islam berdiri. Allah mewajibkan setiap Muslim laki-laki dan perempuan yang mampu untuk melakukannya, setidaknya sekali seumur hidup. Allah mengungkapkan: “Haji itu adalah kewajiban umat manusia kepada Allah, mereka yang mampu melakukan perjalanan, tetapi jika ada yang menyangkal iman, Allah tidak membutuhkan makhluk-Nya” (Surat Ali Imran, Ayat 97).
Pelaksanaan haji menghapus segala dosa. Abu Hurairah meriwayatkan: Saya mendengar Nabi berkata, “Barangsiapa yang melakukan haji dan tidak melakukan rafath (cabul) atau fusooq (pelanggaran), ia kembali (bebas dari dosa) seperti hari ibunya melahirkannya” (Sahih Bukhari).