Belakangan ini, jagat maya nasional agak dihebohkan dengan ucapan selamat hari raya dan sambutan positif kepada kelompok Baha’i (agama Baha’i) yang disampaikan oleh Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas. Ucapan ini dianggap sebagai bentuk pengakuan negara terhadap keberadaan agama Baha’i.
Agama Baha’i sendiri adalah sebuah komunitas kepercayaan umat. Mungkin bagi kita yang orang awam akan geleng-geleng kepala, apa itu kepercayaan (agama) Baha’i? Atau malah salah tafsir dengan memahaminya sebagai muhibbi-nya atau follower-nya Gus Baha?
Jawabanya tidak. Karena, agama Baha’i ini benar adanya. Keberadaan dan eksistensinya memang agak eksklusif dan minim liputan media, sehingga hampir sebagian masyarakat kita tidak megetahuinya. Tetapi, faktanya, agama beserta pemeluk Baha’i juga beraktivitas di berbagai belahan dunia, termasuk di tengah mayoritas agama di Indonesia.
Kembali pada ucapan Menag RI kepada agama Baha’i. Ucapan tersebut secara langsung dan tidak langsung menjadi polemik bagi masyarakat. Banyak sekali pihak yang kontra; organisasi keagamaan; tokoh merespons hal ini dengan “mengkerut”. Mereka mempertanyakan apa dasar dan apa maksud dari ucapan Menag RI. Lebih lanjut, mereka mengatakan bahwa agama Baha’i adalah sesat dan sepatutnya tidak diberikan ruang eksistensi yang berlebihan.
Dalam tinjauan literatur dan hukum, agama Baha’i adalah kelompok kepercayaan (agama) yang diakui secara internasional. Dan pemerintah Indonesia sudah memutuskan sikap tentang itu. Persebaran pemeluk agamanya juga masif di berbagi belahan dunia, meskipun dalam catatan populasi pemeluknya tidak sebesar agama lainya. (lihat: Agama-Agama Minor, 2013 dan Keputusan Menag RI Nomor 276, 2014).
Pada dasarnya keberadaan dan eksistensi agama Baha’i yang minoritas ini masih diupayakan dan dikembangkan oleh para pemeluknya. Dan hal ini menjadi kajian menarik karena perkembangan agamanya. Termasuk, juga menariknya bagaimana menyelisik eksistensi agama Baha’i di Indonesia yang banyak tidak diketahui masyarakat.