Pada mulanya adalah tudang atau sorogan. Keduanya berarti mengaji kitab kuning dengan cara seorang santri secara individu menyodorkan (menghadapkan) materi yang akan dipelajari kepada guru atau kiai. Itulah yang terjadi pada tahun 1970-an di rumah KH Abd Lathif Busyra. Pada mulanya hanya beberapa santri. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak santri yang mengaji kitab kuning kepada KH Abd Lathif Busyra. Bahkan, tak sedikit yang datang dari jauh.
Melihat perkembangan jumlah santri makin banyak, maka KH Abd Lathif Busyra menjadikan kediamannya sebagai pesantren. Dan, berdirilah Pondok Pesantren Salafiyah Parappe (PPSP) atau yang dikenal dengan Pondok Pengajian Kitab Kuning/Gundul. Pesantren ini terletak di Desa Parappe, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat. Orang sering menyebutnya sebagai Pondok Parappe.
Pondok Parappe kini tetap dikenal sebagai salah satu pesantren salaf terbesar yang masih secara ketat menjalankan tradisi pengajian kitab kuning dengan sistem sorogan, dalam Bahasa setempat disebut tudang. Tujuan pendidikannya memang secara khusus mendidik para santri agar faqiih fi al-din, menguasai ilmu-ilmu agama, melalui pengajaran kitab kuning atau kitab-kitab turats warisan ulama salaf.
Meskipun sudah dimulai sejak 1970-an, namun sang pendiri, KH Abd Lathif Busyra, baru pada 1997 membentuk yayasan untuk mengelola dan mengorganisasi pelaksanaan pendidikan di Pondok Pareppe tersebut. Yayasan tersebut diberi nama Yayasan Pondok Pesantren Assalafy. Yayasan ini kini menaungi sejumlah lembaga Pendidikan, seperti Madrasah Diniyah, Ula’ (Ibtidaiyah), Wustho’ (Tsanawiyah), dan Ulya’ (Aliyah) di bawah naungan Kementerian Agama RI.
Pendidikan Diniyah Formal