Tuhan, Akal, dan Batas Nalar

56 views

Bayangkan seseorang berdiri di tepi jurang yang dalam nan gelap gulita (poek mongkleng). Ia membawa oncor (lentera kecil). Ia mengintip dasar jurang dengan cahaya yang kecil itu. Ia mencondongkan tubuh, memicingkan mata, tetapi yang tampak hanya pekat yang tak menyisakan siluet apa pun. Maka, pilihan terbaiknya bukan melompat, tapi mundur, duduk, dan merenung. Seperti itulah posisi akal ketika ingin menjangkau hakikat Zat Allah Yang Maha Tinggi. Ia hanya obor kecil yang tak pernah mampu menembus kedalaman misteri Ilahiah.

Namun jangan buru-buru mematikan lentera itu. Karena walaupun ia tak bisa menjangkau Tuhan dalam Zat-Nya, ia bisa menjadi alat penting untuk menyelami kedalaman firman-Nya, menggali ilmu, hikmah dan pelajaran dari ciptaan-Nya, dan mengurai petunjuk-petunjuk kehidupan yang termaktub dalam kalam-Nya- Al-Qur’an.

Advertisements

Inilah bedanya akal yang beriman dengan akal yang pongah: yang satu berlutut untuk merenung, yang satu berdiri untuk menantang.

Akal yang Tunduk, Tapi Tidak Mati.

Rasulullah Saw sudah memberi panduan jernih:

> تفكروا في خلق الله، ولا تتفكروا في الله.

Artinya: “Renungilah ciptaan Allah, dan jangan renungi Zat Allah.”

Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw menegur keras para sahabat yang berdebat tentang takdir. Wajah beliau sampai memerah dan berkata:

“أبهذا أمرتم؟ أم بهذا أرسلتم؟ إنما هلك من كان قبلكم حين خاضوا في هذا الأمر.”

Akal memang tidak dilarang berpikir, justru diperintah untuk memaksimalkannya. Tapi kita harus tahu medan mana yang boleh disusuri, dan mana yang haram dijelajahi. Jangan terjebak dalam pikiran tentang anatomi Tuhan, tapi gunakanlah akal untuk merenungi anatomi kalam Tuhan. Sebab, ketika seseorang memahami kalam-Nya dengan sungguh-sungguh, maka secara otomatis dia akan mengenal siapa Tuhannya—dalam sifat, kehendak, dan kebijaksanaan-Nya.

من عرف نفسه فقد عرف ربّه

Siapapun yang lihai menggunakan secara maksimal perangkat jiwanya (salah satunya akal), maka ia akan mengenal siapa Tuhan-nya.

Tafsir bukanlah sekadar upaya mengurai makna lafaz. Ia adalah seni menyentuh cahaya, menggali pelita, dan membimbing jiwa menuju Tuhan. Akal menjadi jembatan antara teks dan kesadaran, antara huruf dan hakikat.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan