Warisan Seni Berjuang dari Tiga Tokoh

89 views

Pada awal perjuangan Rasulullah menegakkan panji Islam memang diselimuti oleh berbagai cobaan berupa kekerasan bertubi-tubi dari kaum kafir Quraisy. Perjuangan mengubah kehidupan jahiliyah ke kehidupan Islami memang bukan hal yang ringan dan mudah. Ini merupakan “proyek besar”, dan membutuhkan kerja keras serta semangat tinggi. Namun, perlahan tapi pasti, berkat kegigihan dan kesabaran Rasulullah dan bantuan para Sahabat, Islam pun mulai memasuki rumah-rumah penduduk Makkah.

Begitu dengan perjuangan Rasulul ketika memulai penyebaran Islam ke Madinah. Penduduk Madinah kala itu tidak serta merta langsung menerima Islam sebagai agama baru. Sejak adanya Baiat Aqabah pertama dan kedua hingga terciptanya Piagam Madinah, barulah Islam dapat menggema disetiap sudut kota Madinah. Namun, perlu diketahui, di balik peristiwa itu, ada seorang sahabat yang berperan besar dalam sukses ini. Dialah Mush’ab bin Umair, ahli diplomasi yang diutus Rasul ke Madinah untuk mengenalkan agama kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasul di bukti Aqabah. Dengan kecerdasan dan kepiawaiannya dalam berbicara dan menarik perhatian penduduk Madinah, maka tidak heran jika semakin hari semakin banyak penduduk Madinah yang memeluk islam.

Advertisements

Keputusan rasul dalam memilih Mush’ab bin Umair sebagai pendakwah yang memiliki keahlian berbicara dan kecerdasan di atas rata-rata, mengajarkan kita bahwa salah satu metode yang berperan besar dalam memajukan dakwah Islam adalah dakwah bi jidal, yakni sebuah metode yang merepresentasikan keahlian berbicara dan kecerdasan berpikir.

Mengikuti strategi Rasul itulah, santri yang digadang-gadang mampu melanjutkan perjuangan para ulama dalam menyebarkan Islam perlu memiliki skill dalam bersilat lidah. Tujuannya, untuk meyakinkan masyarakat bahwa eksistensi santri memang tidak dapat diragukan.

Di Indonesia, kecakapan dalam berdakwah sudah dicontohkan oleh para tokoh Islam. Begitulah yang tergambar dalam buku Menjaga Martabat Islam, yang diterbitkan Pustaka Tebuireng. Buku ini merangkum tulisan, pesan, pidato, bahkan artikel media dari tiga tokoh Pesantren Tebuireng Jombang, yaitu Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahid Hasyim, dan KH Salahuddin Wahid.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan