Dalam perjalanan intelektual Islam, nama Al-Ghazali tentu tidak asing lagi. Apalagi di kalangan Sunni, ia menjadi kiblat tasawuf. Kiprahnya dalam Islam begitu banyak. Bahkan disebutkan, bahwa Al-Ghazali mampu merekonsiliasi perseteruan antara para yuris Islam dan para sufi yang dahulu berseberangan. Sebut saja, misalkan, Al-Hallaj seorang sufi besar itu tewas mengenaskan di tiang gantung setelah sebelumnya diadili oleh para ahli syariat. Lewat karya besarnya, Ihya Ulumuddin, upaya mendamaikan antar dua paham itu bisa dikatakan sukses. Tidak ada diskriminasi di antara ulama pasca itu.
Dalam Ihya, Al-Ghazali mengkombinasikan antara fikih dan tasawuf. Metode penulisan yang seperti ini hampir tidak pernah dijumpai dalam buku-buku Islam klasik sebelulmnya. Begitu proposional ia menempatkan letak pembahasan antara ilmu materiil dan imateriil. Dalam menentukan judul di tiap babnya, ia memilih diksi yang mengindikasikan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan antar-tiap ilmu keislaman. Jika dalam kitab konvensional lain berbunyi ‘hukum-hukum salat,’ maka berbeda dengan Al-Ghazali, ia justru memilih diksi ‘rahasia-rahasia salat’, kemudian menjelaskan tentang syarat yang berkaitan dengan luar diri (dhohir) lantas menjelaskan syarat yang berkaitan dengan dalam diri (batin). Inilah yang dewasa ini barangkali disebut dengan integrasi-interkoneksi dalam catur keilmuan Islam.
Al-Ghazali memiliki relasi intelektual yang amat banyak dan luas. Ia ahli dalam banyak bidang keilmuan Islam. Ia seorang filsuf, dibuktikan dengan karyanya yang bernama Maqasid Al-Falasifah dan Tahafut Al-Falasifah. Buku kedua ini yang di masa mendatang dikomentari oleh Ibnu Rusyd dengan judul Tahafut At-Tahafut.
Al-Ghazali juga ahli di bidang tasawuf. Ia mengarang banyak sekali buku-buku tasawuf seperti, Ihya Ulumiddin, Minhajul Abidin dan Misykatul Anwar. Dalam ushul fikih, ia mengarang buku Al-Mustshfa fi Ilm Al-Ushul yang menjadi referensi metode pengambilan hukum Islam ala mazhab Syafi’i.
Al-Ghazali juga seorang fukaha, ia mengarang buku Al-Wajiz dan Al-Basith. Ia juga seorang teolog, dan memiliki karya yang sangat terkenal yaitu, Al-Iqtiqod fil Al-Iqtishod. Ia juga pernah mengomentari kelompok yang menuduhnya sesat dalam akidah, sehingga muncul buku yang berjudul Faishal At-Tafriqah.