Dalam pelajaran Muthola’ah wal Insya’ yang saya pelajari semasa kelas dua Madrasah Aliyah, ada sebuah judul tanazu’ul baqo yang artinya saling beradu menunjukkan eksistensi. Ketika dipinta oleh guru untuk menghafalkannya, saya tidak pernah hafal. Tapi kala itu, judul tersebut terlalu menarik buat saya. Anehnya, justru tidak dapat saya taklukkan. Seperti analogi bahwa kamu orang yang gantengnya minimalis, namun menginginkan wanita yang seksi, manis, dan cantiknya maksimal. Mungkin kamu bisa; bisa ditolak lebih tepatnya atas berbagai alasan.
Balik ke judul tadi. Hingga suatu ketika saya buka lagi buku tersebut. Sesuai judul bukunya, muthola’ah yang artinya ditelaah. Kemudian saya baca secara seksama buku tersebut dan bukan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Alias lama.
Kemudian saya menyimpulkan bahwa segala sesuatu memiliki dua wajah berbeda. Secara sederhananya, ada pro dan kontra. Siapa pun dan apa pun bisa menilai dirinya pro maupun kontra. Seperti kata Bang Pandji Pragiwaksono, “Kadang-kadang kita suka bilang kita Pancasila banget, tapi kita masih membeda-bedakan. (Contoh: pengakuan) kita sebagai orang baik dan orang lain jahat”. Sudah terjadi di masyarakat kita hal-hal seperti itu. Jelas bukan? Siapa pun bisa mengklaim pribadi mereka masing-masing.
Tapi nyatanya hal-hal demikianlah yang menunjukkan eksistensi makhluk hidup itu benar-benar hidup. Ketika ada orang dengan idealisme mewujudkan keadlian berupa kesetaraan, justru itulah yang menusuk-nusuk nilai keadilan. Seorang anak TK tidak mungkin disamakan uang jajannya dengan anak kuliahan. Di satu sisi logika kita mengatakan hal tersebut masuk akal, namun jangan lupa sisi lain (empati) juga punya pandangan tersendiri. Seberapa pun kita bersikukuh ingin menegakkan idealisme kita, realita akan mengadang dengan berbagai macam cara. Yang bahkan tidak pernah kita kira bagaimana caranya.
Terkait dengan judul dalam buku muthola’ah tadi. Gelap berseteru dengan terang. Terbit saling kejar dengan terbenam. Baik beradu tinju dengan buruk, dsb. Semua sifat tadi saling menunjukkan bahwa mereka ada. Dan yang paling rakus mengadopsi sifat-sifat tadi adalah manusia. Sampai-sampai Allah utus dua malaikatnya untuk menjaga mereka. Di kiri dan di kanan, Raqib dan Atid.