Dalam bahasa Arab, toleransi diambil dari kata tasamuh, atau as-samahah, yang menurut konsep modern digunakan untuk menggambarkan sikap saling menghormati dan saling menghargai di antara keanekaragaman masyarakat dalam segi agama, bahasa, etnik, budaya, maupun politik.
Menurut Ibnu Hajar al-Asqolani yang tertera di kitab Fathul al-Bari, kata “al-samah” diqiyaskan dengan kata “as-sahlah” yang bermakna mudah, sebagaimana tertulis dalam sebuah riwayat: “ahabbuddin ilallahi al-Hanafiyyah, al-samhah.”
Secara universal, kata tasamuh berarti ramah dengan cara menghargai, menghormati, dan memberi keleluasaan terhadap lain pihak. Namun, makna itu bukan berarti bisa diartikan secara gamblang, sehingga menerima kebenaran yang bersebrangan dan menyalahi keyakinan.
Islam memiliki konsep yang jelas. Adapun dalil yang sangat popular dan familiar di masyarakat yang digunakan sebagai tendensi bertoleransi adalah: “Tidak ada paksaan dalam beragama,” dan juga “Bagi kalian agama kalian, dan bagiku agamaku.”
Kedua ayat tersebut adalah dalil kita dalam bertoleransi. Selain dua ayat tersebut, masih banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan tentang toleransi, juga beberapa hadis Nabi Muhammad, sebagaimana yang tertera dalam Kitab Shahih Bukhari Nomor 1312.
Diceritakan dari Adam, dari Syu’bah, dari Amr bin Murroh, berkata: Aku mendengar Abdurrahman bin Abi Layli berkata: Sahl bin Hunaif dan Qoys bin Said sedang duduk di tempat suci (peribadatan), kemudian ada jenazah yang lewat di depan mereka.
Kemudian dikatakan kepada mereka berdua, bahwa jenazah tersebut adalah penduduk bumi, atau ahli dzimmah (kafir dzimmy). Mereka berdua pun berkata: bahwa suatu ketika Nabi Muhammad melewati jenazah, kemudian beliau berdiri menghormati jenazah tersebut. Dikatakan kepada Nabi Muhammad bahwa jenazah tersebut adalah jenazah seorang Yahudi. Nabi Muhammad menjawab: “Bukankah dia seorang manusia?”
Dari hadis itu bisa dikatan bahwa Nabi Muhammad bersikap tolerans kepada umat yang beragama lain. Maka, jika kita tidak mempunyai alasan untuk bertoleransi kepada umat yang beragama dan berkeyakinan lain, maka cukuplah pernyataan Nabi Muhammad tersebut sebagai alasan kita untuk menghargai dan menghormati agama dan keyakinan lain.