Implementasi Tasamuh (1)

65 views

Dalam bahasa Arab, toleransi diambil dari kata tasamuh, atau as-samahah, yang menurut konsep modern digunakan untuk menggambarkan sikap saling menghormati dan saling menghargai di antara keanekaragaman masyarakat dalam segi agama, bahasa, etnik, budaya, maupun politik.

Menurut Ibnu Hajar al-Asqolani yang tertera di kitab Fathul al-Bari, kata “al-samah” diqiyaskan dengan kata “as-sahlah” yang bermakna mudah, sebagaimana tertulis dalam sebuah riwayat: “ahabbuddin ilallahi al-Hanafiyyah, al-samhah.”

Advertisements

Secara universal, kata tasamuh berarti ramah dengan cara menghargai, menghormati, dan memberi keleluasaan terhadap lain pihak. Namun, makna itu bukan berarti bisa diartikan secara gamblang, sehingga menerima kebenaran yang bersebrangan dan menyalahi keyakinan.

Islam memiliki konsep yang jelas. Adapun dalil yang sangat popular dan familiar di masyarakat yang digunakan sebagai tendensi bertoleransi adalah: “Tidak ada paksaan dalam beragama,” dan juga “Bagi kalian agama kalian, dan bagiku agamaku.”

Kedua ayat tersebut adalah dalil kita dalam bertoleransi. Selain dua ayat tersebut, masih banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan tentang toleransi, juga beberapa hadis Nabi Muhammad, sebagaimana yang tertera dalam Kitab Shahih Bukhari Nomor 1312.

Diceritakan dari Adam, dari Syu’bah, dari Amr bin Murroh, berkata: Aku mendengar Abdurrahman bin Abi Layli berkata: Sahl bin Hunaif dan Qoys bin Said sedang duduk di tempat suci (peribadatan), kemudian ada jenazah yang lewat di depan mereka.

Kemudian dikatakan kepada mereka berdua, bahwa jenazah tersebut adalah penduduk bumi, atau ahli dzimmah (kafir dzimmy). Mereka berdua pun berkata: bahwa suatu ketika Nabi Muhammad melewati jenazah, kemudian beliau berdiri menghormati jenazah tersebut. Dikatakan kepada Nabi Muhammad bahwa jenazah tersebut adalah jenazah seorang Yahudi. Nabi Muhammad menjawab: “Bukankah dia seorang manusia?”

Dari hadis itu bisa dikatan bahwa Nabi Muhammad bersikap tolerans kepada umat yang beragama lain. Maka, jika kita tidak mempunyai alasan untuk bertoleransi kepada umat yang beragama dan berkeyakinan lain, maka cukuplah pernyataan Nabi Muhammad tersebut sebagai alasan kita untuk menghargai dan menghormati agama dan keyakinan lain.

Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk saling membunuh dan mendiskriminasi umat agama lain. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad bersabda: “Barang siapa yang membunuh orang, siapa saja, maka haram baginya mencium harum wanginya surga.”

Hadis ini menunjukkan betapa Nabi Muhammad menekankan kepada kita, umat Islam, untuk menghargai dan menghormati keanekaragaman agama dan keyakinan selain Islam.

Islam memahami bahwa keberagaman umat manusia dalam agama merupakan kehendak Allah. Oleh sebab itu, soal agama dan keyakinan tidak bisa dipaksakan. Allah berfirman dalam Al-Quran:

“Dan jika Tuhanmu menghendaki, maka sudah barangtentu semua orang yang ada di muka bumi seluruhnya akan beriman (kepadanya). Maka, apakah engkau (akan) memaksa semua manusia agar mereka semua beriman?”

Di ayat lain, Allah menegaskan: “Sesungguhnya ini adalah semua umatmu (wahai para rasul), yaitu umat yang satu, dan aku adalah Tuhanmu. Maka sembahlah aku.”

Ayat ini menyatakan bahwa pada intinya umat manusia itu tunggal, lalu kemudian mereka berbeda memilih agama dan keyakinannya masing-masing.  Hal ini menarik pada pemahaman bahwa agama non-Islam adalah pilihan mereka, meskipun telah jelas tertera di Al-Quran: “Sesungguhnya telah jelas di antara yang benar dan yang salah (bathil).”

Di Surat Yunus, Allah berfirman: “Katakanlah (wahai Muhammad Saw.): Wahai ahli kitab, marilah menuju muara titik pertemuan (common values/kalimatun sawa’) antara aku dan kamu, yaitu: Kita tidak menyembah Tuhan selain Allah, dan tidak menyekutukannya dengan apa pun dan siapa pun, dan sebagian dari kita tidak akan mengangkat Tuhan-tuhan lain selain Allah.”

Ayat tersebut menjelaskan kepada kita, umat manusia beragama (Islam, Yahudi, Nasrani, dll) untuk menekankan persamaan (Allah) dan menghormati perbedaan demi terwujudnya perdamaian antara penduduk bumi, agar tidak terjadi konflik dan perang besar.

Selain itu, secara tersirat, ayat ini juga mengajak kita untuk saling menjunjung tinggi nilai tauhid (teologi), yaitu tidak menyekutukan Allah. Ayat ini juga sangat jelas memaparkan suatu sikap toleransi antarumat beragama, yang memiliki tendensi yang sama, yaitu menjauhi adanya konflik.

Efek dan konsekuensi yang bisa dipetik dari toleransi adalah takwa, dan bijak dalam beragama. Termasuk takwa kepada Allah adalah menjaga hubungan baik, memiliki rasa persaudaraan secara universal di antara semua manusia. Juga menjaga hubungan baik antar-semua manusia atas dasar persaudaraan, asalkan tidak berlebih-lebihan (guluww) melebur dalam kepercayaan dan keyakinan orang yang kita hargai.

Wallahu a’lam bisshawab…

Multi-Page

Tinggalkan Balasan