Buku tulisan Sam Edy Yuswanto dengan judul Selalu Ada Jalan Keluar ini, tidak hanya berbicara seputar pencarian solusi atau jalan keluar dalam kekalutan hidup, namun ada beberapa tulisan yang mengangkat tema bulan suci Ramadan, sebagaimana yang tengah kita jalani sekarang.
Dalam buku setebal 152 halaman ini terdapat 25 tulisan, dan 4 tulisan di antaranya relevan dengan suasana Ramadan. Empat tulisan tersebut berjudul Merenungi Keutamaan Bulan Ramadan, Puasa Itu Menyehatkan, Yang Dirindukan dari Bulan Ramadan, dan Lailatul Qadar. Keempat pembahasan mengenai Ramadan itu layak kita pelajari dan renungkan untuk kemudian diaplikasikan dalam setiap denyut kehidupan, terutama saat bulan Ramadan.
Dari tulisan subjudul Merenungi Keutamaan Bulan Ramadan, misalnya, kita mengetahui sejak kapan umat Islam mulai diwajibkan berpuasa Ramadan. Penulis menjelaskan bahwa puasa Ramadan mulai diwajibkan oleh Allah pada umat Rasulullah sejak bulan Syaban, satu setengah tahun setelah hijrah. Saat itu, Rasulullah diperintahkan untuk mengalihkan kiblat dari Baitul Maqdis di Yerusalem ke Masjidil Haram di Makah (hlm. 114).
Sedangkan, dalam Puasa Itu Menyehatkan, dapat kita pahami bahwa puasa di bulan Ramadan selain sebagai wujud kepatuhan manusia terhadap Sang Pemilik Kehidupan, juga mendatangkan manfaat yang begitu besar bagi jiwa dan raga kita. Terkait hal ini, penulis menguraikan bahwa secara spikis, puasa membuat jiwa stabil. Puasa juga mampu mengendalikan diri kita agar tak mudah diterpa guncangan jiwa. Puasa disarankan oleh para psikolog untuk mengatasi orang yang kesulitan mengendalikan dirinya, terlebih mengendalikan amarah (hlm. 118).
Selain menyehatkan, puasa juga dapat membantu seseorang dalam usaha menyembuhkan penyakit. Salah satu penyakit yang dapat diobati dengan cara berpuasa adalah penyakit jantung. Berkenaan dengan ini, Sam Edy Yuswanto mengemukakan bahwa puasa sangat efektif untuk mengobati penyakit jantung. Alasannya, karena 10% darah yang dipompa oleh jantung ke seluruh bagian tubuh mengalir menuju sistem pencernaan seiring dengan kerja sistem pencernaan. Aliran darah ke berbagai perangkat pencernaan menjadi berkurang ketika kita berpuasa karena sistem pencernaan sedang beristirahat dari tugas rutinnya (hlm. 120).
Kondisi istirahat ini sangat bermanfaat bagi kesehatan dan kekuatan sistem pencernaan. Kondisi ini membantu jantung karena ia tak perlu bekerja terlalu keras untuk memompa darah.
Subjudul berikutnya yang berkaitan dengan Ramadan adalah Yang Dirindukan dari Bulan Ramadan. Dalam tulisan tersebut, penulis mengurai empat hal yang dirindukan dari bulan Ramadan.
Pertama, warga mendadak berbondong-bondong datang ke masjid atau musala untuk menunaikan salat Isya dan salat sunah Tarawih secara berjamaah. Bagi saya, ini merupakan sebuah fenomena yang sangat bagus bila terus dilanjutkan pada selain bulan Ramadan (hlm. 121).
Fenomena yang bersifat tahunan ini, tentu sangatlah positif. Warga yang semula tampak acuh tak acuh dengan hal-hal bersifat religius atau bernilai ibadah, tiba-tiba berubah menjadi begitu peduli dengan cara ikut meramaikan ibadah salat sunah tarawih di masjid dan musala. Sayangnya, euforia menyambut bulan suci biasanya hanya sementara. Berlangsung hanya beberapa minggu. Setelahnya masjid dan musala tampak begitu lengang, terlebih ketika berada di penghujung bulan suci Ramadan, karena biasanya mereka akan terlihat lebih sibuk menyiapkan beragam jenis keperluan guna menyambut hari yang tidak kalah sakral, yaitu hari lebaran.
Kedua, usai salat tarawih, sebagian warga biasanya berkumpul di masjid atau musala untuk melakukan tadarusan; membaca Al-Qur’an secara bergantian (hlm. 122). Selama menunggu giliran, dalam aktivitas tadarus ini biasanya mereka bersama-sama menyimak temannya yang tengah membaca Al-Qur’an, dan kadang ikut membetulkan ayat-ayat yang salah saat melafazkan atau mengucapkan makhrajnya.
Berhubungan dengan tadarus ini, ia membahasnya lebih dalam. Ia berharap hendaknya volume toa saat tadarus lebih diperkecil, jangan terlalu kencang sehingga bisa mengganggu kenyamanan masyarakat sekitarnya yang tengah beristirahat. Pun durasi waktu. Ia berharap hendaknya jangan sampai terlalu malam. Selain dapat mengganggu kenyamanan sekitar, juga agar tak telat bangun saat makan sahur.
Untuk memperkuat pernyataannya tersebut, penulis mengutip NU Online (21/02/2018) yang menguraikan panjang lebar terkait tadarus Al-Qur’an menggunakan toa bervolume tinggi di masjid. Membaca Al-Qur’an atau berzikir dengan pengeras suara tentu boleh-boleh saja, tetapi jangan sampai terlalu lama sehingga menyebabkan terjadinya “polusi udara” atau sampai membuat warga masyarakat terganggu karenanya (hlm. 123).
Ketiga, waktu berbuka puasa telah tiba. Sebagaimana kita ketahui bersama, sebagian masyarakat biasanya menjadikan bulan Ramadan sebagai momentum untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Hal ini dapat dilihat saat sore hari telah tiba. Di pinggir-pinggir jalan di berbagai kota, biasanya banyak warga yang mendadak berjualan takjil, hidangan pembuka puasa, seperti aneka es buah, kolak, beragam jenis sayuran matang, dan lain sebagainya (hlm. 126).
Keempat, kesibukan warga menyiapkan takjil dan menu buka puasa secara gratis untuk para musafir di berbagai masjid (hlm. 126). Alangkah indahnya jika tradisi bersedekah semacam ini terus dibudayakan setelah Ramadan. Sebab, kebiasaan menolong sesama, seperti berbagi makanan kepada tetangga atau para musafir, termasuk perbuatan yang tergolong mulia.
Akhirnya, semoga hal-hal positif di dalam bulan Ramadan yang bernilai ibadah, seperti salat berjamaah (tarawih) di masjid atau musala, tadarus Al-Qur’an, mencari nafkah keluarga (dengan berjualan takjil), dan memperbanyak sedekah, bukan hanya sekadar euforia, melainkan dapat terus diamalkan pada bulan-bulan lain pasca Ramadan.
Data Buku
Judul Buku: Selalu Ada Jalan Keluar
Penulis: Sam Edy Yuswanto
Penerbit: Gava Media
Cetakan: I, 2022
Tebal: viii + 152 halaman
ISBN : 978-623-5690-02-5