Sudah menjadi tradisi bagi kami, santri Tebuireng, berziarah ke maqom para muassis pesantren, tanpa terkecuali bagi yang telah menjadi alumni Pesantren Tebuireng. Dan, ketika berziarah, rasanya kurang afdhol jika tidak membaca surat al-Kahfi.
Pembacaan surat al-Kahfi saat berziarah ke maqom para muassis pesantren memang sudah menjadi tradisi dan mendarah daging bagi para santri Tebuireng, sejak dulu hingga saat ini. Seperti riwayat dan cerita dari para guru kami di pesantren, bahwa al-Kahfi merupakan merupakan salah satu surat yang menjadi kegemaran dari pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Hadratusyaikh KH Hasyim Asy’ari. Dari sanalah, pembacaan surat al-Kahfi kemudian menjadi tradisi paling masyhur di kalangan santri Tebuireng saat sowan kepada muassis di maqbaroh untuk ngalab barokah.
Salah satu guru kami, Dr KH Musta’in Syafi’i, pernah memberikan penjelasan perihal spirit dan semangat yang melandasi kecintaan Hadratusysyeikh KH Hasyim Asy’ari terhadap surat ini. Dengan pembacaan surat al-Kahfi, KH Hasyim Asy’ari berharap para santrinya bisa memetik hikmah dan inspirasi dari para tokoh yang diceritakan di dalam surat al-kahfi.
Setidakya ada empat tokoh yang bisa menjadi acuan para santri dalam surat ini agar memiliki pandangan dan motivasi ke depan hendak menjadi apa dan harus bersikap seperti apa. Di antara tokoh yang bisa diteladani dalam surat al-kahfi ini adalah, pertama, cerita tentang para pemuda Ashabul Kahfi.
Selaras seperti apa dijelaskan oleh guru kami tentang hebatnya keimanan yang dimiliki para pemuda ini hingga mencapai tingkatan yang sangat tinggi, sampai tiada yang lebih ditakutkan oleh mereka kecuali Allah. Mendengar penjelasan seperti ini, tentunya kami sebagai para santri dituntut untuk mengambil hikmah dari cerita tersebut guna memperkuat ideologi keimanan kita kepada Allah.
Sebagaimana juga dijelaskan guru kami, al-Ustadz Achmad Roziqi LC. M.HI, yang menyebutkan bahwa Hadratusysyaikh telah menggariskan kepada kami bahwa acuan dari pada ideologi yang kita ikuti sekarang adalah Asy’ariah, sebagai wujud dari manhaj ahl al Sunnah wa al Jama’ah. Lebih lanjut, lagi Hadratusysyaikh meletakkan penguatan ideologi ini dengan menjadikannya sebagai salah satu ilmu wajib yang harus dikuasai oleh seorang muslim.
Kedua, adalah cerita seorang miliader yang berakhir bangkrut dan menjadi sangat sengsara lantaran kesombongnnya dan keingkarannya pada nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya. Dari cerita ini, hikmah yang bisa diteladani oleh kami para santri adalah bahwa seorang santri boleh menjadi kaya, tetapi harus tetap memegang etika, akhlak, dan ideologi fikihnya.
Yakni, bagaimana dengan memegang akhlak yang baik, santri diharapkan agar tidak congkak dan tetap rendah hati ketika memiliki kekayaan, sehingga tidak menjadikannya sombong. Begitu pula dengan ideologi fikihnya, yaitu dengan tetap menggunakan harta yang dimilikinya sesuai dengan syariat Islam. Hal ini sebagaimna disampaikan oleh Hadratusysyaikh dalam kitabnya Adab al-Alim wa al Muta’allim, agar tidak ada ketergantungan dengan harta, maka perasaan memiliki harta yang melimpah itu harus ditiadakan.
Ketiga, cerita Nabi Musa dan Nabi Khidir AS. Hadratusysaikh mengharapkan para santrinya dapat mengambil hikmah dari cerita ini, yakni memiliki ketabahan dan kesabaran dalam menuntut ilmu. Sebagaimana telah dicontohkan Nabi Musa AS dalam cerita tersebut yang dilalui dalam menempuh perjalanan panjang dengan segala rintangan untuk dapat bertemu dengan sosok Nabi Khidir AS.
Keempat, adalah cerita Dzul Qornain. Ia adalah sosok pemimpin yang baik dan adil terhadap rakyatnya, yang mau melindungi dan membela kaum lemah. Sosok Dzul Qornain tersebut oleh Hadratusysyaikh diharapkan dapat diambil hikmah serta teladannya agar kelak para santri bisa menjadi pemimpin yang adil, yang ikhlas dalam mengabdikan diri, serta totalitas dalam menjalankan amanah sebagai pemimpin.
Dari kisah dan harapan seperti inilah bagaimana sosok Hadratusysyaikh KH Hasyim Asy’ari berharap agar para santri bisa meneladani dan menjadikan kisah dalam surat al-Kahfi ini sebagai inspirasi.
Li Hadrotusysyaikh KH M Hasyim Asy’ari, wa ushulihi wa Furu’ihi wa Masyaikh Tebuireng, al Fatihah ….