Dalam sebuah pengajian Ramadan beberapa tahun yang lalu, KH Husein Muhammad menyampaikan pesan yang mendalam: “Kau adalah aku yang lain.”
Kalimat sederhana ini menginspirasi saya untuk merenungkan makna toleransi dalam Islam, khususnya dalam konteks pluralisme masyarakat Indonesia. Hemat saya, pesan Kiai Husein sejalan dengan konsep trilogi ukhuwah yang dirumuskan oleh KH Ahmad Shiddiq yang menyatukan ukhuwah islamiyah, nasionalisme, dan pluralisme.
Dewasa ini, untuk memperkuat dan mempertahankan semangat kebhinekaan dirasa masih memiliki banyak tantangan. Misalnya, September 2024 lalu, Masriwati, seorang aparatus sipil negara (ASN) di Kota Bekasi, Jawa Barat, melarang warga dari agama yang berbeda untuk beribadah tanpa ada izin terlebih dulu. Fakta ini yang disadari atau tidak melunturkan nilai semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Hal demikian terjadi karena minimnya masyarakat mengenal moderasi beragama, dan sikap toleransi terhadap perbedaan. Alih-alih mempresentasikan toleransi, justru banyak kalangan yang menilai sama antara sikap toleransi beragama dan mencampuradukkan keyakinan.
Pada gilirannya, perlu kita untuk menengok lebih dalam lagi khazanah Islam. Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat banyak ayat yang memuat nilai-nilai yang menghargai keragaman. Salah satunya ialah QS al-Hujuraat ayat 49: 13, yang terjemahannya berbunyi, “Wahai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang bertakwa. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”
Syaikh Ali ash-Shobuni, ulama kontemporer sekaligus guru besar ilmu tafsir di Universitas King Abdul Aziz Makkah, dalam karyanya Shofwat at-Tafasir, menegaskan bahwa, “Dimensi kemuliaan seseorang tidak dilihat dari apapun, selain dari ketakwaannya. Hal ini selaras dengan sabda Nabi: barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bertakwalah kepada Allah.”
Sebelum ayat tersebut, di surat yang sama, juga ada penegasan hal senada, “Bahwa setiap orang-orang yang beriman adalah suadara” (QS. Al-Hujuraat ayat 49: 10).