Belum lama ini, seorang pendakwah sohor menjadi sorotan publik lantaran ucapannya dinilai menista orang lain. Sebenarnya, banyak orang mengalami hal serupa: celaka karena tak bisa menjaga lisan, seperti berlakunya ungkapan lama “mulutmu, harimaumu!”
Saking bahayanya lisan jika tak dijaga dengan baik, banyak syair atau nazam ditulis untuk menjadi pengingat. Salah satunya adalah nazam-nazam dalam kitab Alala Tanalul ‘Ilma yang dikutip dari Ta’lim karya Syekh az-Zarnuji.
Didasari bahwa lisan merupakan karunia Allah supaya memudahkan manusia menjalin komunikasi dengan sesamanya secara baik. Meski lidah diciptakan tidak bertulang, tapi ia memiliki ketajaman yang melebihi pedang. Bilamana seseorang tidak berhati-hati menggerakkan lisan, maka akan menimbulkan bahaya yang cukup fatal.
Hal tersebut seperti digambarkan dalam lantunan nadam Alala berikut.
يَمُوْتُ الفَتَى مِنْ عَثْرَةٍ مِنْ لِّسَـــــانِهِ ۞ وَلَيسَ يَمُوتُ الْمَرْءِ مِنْ عَثْرَةِ الرِّجْلِ
Matine wong anom sebab kepleset lisane # Ora kok matine sebab kepleset sikile
(seorang pemuda akan mati karena terpleset lisannya. Tidaklah akan mati seseorang karena terpleset kakinya).
فَعَثْرَتُهُ مِنْ فِيْــــهِ تَرْمِىْ بِرَأْسِـهِ ۞ وَعَثْرَتُهُ بِالرِّجْلِ تَبْرَى عَلَى الْمَهْلِ
Dene mlesete lisan nekakke balang endas # Dene mlesete sikil suwe-suwe biso waras
(Karena terplesetnya lisan dapat menebas kepalanya. Sedangkan terplesetnya kaki lambat laun akan sembuh).
Mati dalam Nazam Alala
Kata mati pada nazam tersebut bukanlah mati dalam artian diambilnya nyawa seseorang. Akan tetapi menunjukkan sebuah kehancuran atau kerusakan. Bilamana seorang tidak menjaga lisannya, sehingga menyakiti hati seseorang atau bahkan merambah ke banyak orang, maka hancurlah kehidupan (reputasi sosial) orang tersebut. Atau dalam tanda kutip, disebut dengan ‘cancel culture’.
Hal tersebut tak sama halnya dengan tergelincirnya kaki yang hanya menyebabkan terluka secara fisik. Tergelincirnya lisan sebab sembrono mengeluarkan kata-kata yang terkadang tidak sengaja dapat melukai batin atau hati orang lain. Sangat dapat dipastikan pula, sakit hati ini mampu menyebar ke mana-mana.
Ditambah, adanya media sosial pada era digital ini, tergelincirnya lisan tidak hanya berdampak pada lingkungan sekitar, namun juga dapat menyebar luas melalui media sosial dalam bentuk sorotan potongan video untuk memanaskan publik. Potongan video bersama dengan cuatan barisan komentar netizen dapat menjadi viral dalam hitungan detik, membuat seseorang kehilangan reputasi secara masif. Betapa banyak belakangan ini timbul kegaduhan, pertengkaran, cancel culture, dan beragam jenis permusuhan hanya disebabkan karena tergelincirnya lisan.
Lisan, meski kecil dan tak bertulang, apabila tidak dibina dengan kecukupan ilmu yang baik, maka akan membahayakan kehidupan seseorang. Ketika seseorang lalai menjaga lisannya, ia dapat melukai hati orang lain, menciptakan konflik, dan berimbas kerusakan reputasi. Masyarakat detik itu pula akan menurunkan nilai sosial seseorang tersebut. Reputasi, sebagai kerangka hidup seseorang, hancur begitu saja.
Terplesetnya Lisan vs Kaki
Pada nazam kedua yang disebutkan penulis, terplesetnya lisan dapat mendatangkan balang endas atau tertebasnya kepala. Istilah balang endas merupakan sebuah metafora yang menggambarkan kerusakan ekstrem, entah itu pada reputasi, kedudukan, atau bahkan keselamatan seseorang. Dampak cancel culture yang dirasakan menghampiri secara bertahap, akan tetapi seringkali sulit dipulihkan.
Sebaliknya, tergelincirnya kaki disebabkan karena kesalahan fisik secara sengaja atau tidak sengaja, sakitnya bersifat sementara. Luka yang ditimbulkan lambat laun dapat pulih seiring berjalannya waktu, tanpa berdampak besar terhadap kehidupan seseorang. Artinya, efek kesalahan fisik jauh lebih ringan daripada kesalahan lisan.
Dengan demikian, pepatah Arab yang mengatakan salāmah al-insān fī ḥifẓ al-lisān, selamatnya manusia ialah siapa saja yang menjaga lisannya, adalah benar adanya.
Meski tampak sepele, suatu anggota tubuh yang setiap harinya berkomunikasi dengan orang-orang ini justru membentangkan jurang bahaya bagi kita. Oleh karenanya, berikan asupan hati kita dengan senantiasa mengaji, memperbanyak ilmu, supaya lisan selalu terjaga dari ucapan-ucapan buruk. Semoga kita diselamatkan dari bahayanya lisan.
Ilustrasi gambar: Tokopedia.