Amtsilati: Inovasi Pembelajaran Nahu Saraf dan Perkembangannya

313 kali dibaca

Dalam tradisi pesantren, nahu dan saraf merupakan dua ilmu alat yang dengannya berjuta pintu ilmu dapat dibuka.Jadi, nahu dan saraf adalah kunci. Siapa menguasai dua ilmu ini, maka niscaya akan mudah memperoleh ilmu-ilmu lain.

Namun, selama ini nahu dan saraf dikesankan sebagai ilmu yang menakutkan dan menyeramkan karena dirasa demikian sulit dikuasai. Faktanya memang demikian, karena itulah diperlukan adanya alternatif dan terobosan agar keduanya menyenangkan dan mudah dipelajari.

Advertisements

Sebab, suatu keharusan untuk mengkaji atau belajar kitab kuning menggunakan ilmu nawu dan saraf. Selama ini, untuk menguasai keduanya membutuhkan modal waktu yang sangat lama serta tenaga dan pikiran yang ekstra.

Sejarah Amtsilati

Adalah KH Taufiqul Hakim, seorang kiai muda yang berhasil menciptakan metode amtsilati. Sebuah inovasi baru di bidang keilmuan nahu dan saraf dengan program cara cepat membaca kitab kuning hanya dalam waktu 3-6 bulan.

Semuanya berawal dari kepulangannya dari Pondok Pesantren Mathali’ul Falah Kajen, Pati, Jawa Tengah pada 1996. Pada awalnya, proses belajar mengajar menggunakan metode menulis bait-bait Alfiyyah di papan tulis. Selanjutnya dibaca dan dipelajari bersama para santri. Dan metode pembelajaran ini bertahan sampai tahun 2000.

Terbentuknya nama “Amtsilati” berasal dari susunan idhafah (gabungan dua isim) kata pertama “amtsilatun” yang berarti contoh dan kata kedua “ya’ mutakallim” yang bermakna saya. Jadi ketika disambung memiliki makna “contoh dari saya”, mengingat idhafah bisa menyimpan makna  من  (min),  فى (fii),  dan  ل (lii).

Penciptaan Amtsilati dimulai saat tanggal 17 Ramadhan 2001. Sebelum itu, beliau mulai merenung dalam zikirnya dan muncul pikiran untuk bermujahadah (bersungguh-sungguh). Ketika dilakukan secara ikhlas, maka Allah akan memberikan jalan keluar dari setiap permasalahannya.

Setiap hari beliau melakukan mujahadah dan pada tanggal 17 Ramadhan mendapat visual akan para gurunya, di antaranya Syekh Muhammad Baha’uddin An-Naqsyabandiyyah, Syekh Ahmad Mutamakkin, dan Imam Ibnu Malik (pengarang alfiyyah ibnu malik) dalam kondisi setengah sadar. Pada saat itu beliau mendapatkan dorongan untuk menulis yang sangat kuat, dan itu berakhir pada tanggal 27 Ramadhan. Amtsilati selesai ditulis tangan dalam waktu 10 hari.

Perkembangan Amtsilati

Ingin bahwa Amtsilati tidak hanya untuk konsumsi pribadi, Kiai Taufiqul Hakim mencoba membedah bukunya di beberapa tempat agar publik mengenal karyanya. Awalnya di Kabupaten Jepara, Amtsilati dibedah di gedung Nahdlatul Ulama (NU). Saat itu Amtsilati belum mendapat perhatian yang lebih.

Tak menyerah sampai di situ, keberuntungan perlu adanya perjuangan. Beliau mendapat saran untuk membedah buku di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur,  yaitu di Pondok Pesantren Mambaul Qur’an yang diasuh KH Hafidz. Beliau berinisiatif menyelenggarakan pengenalan program baru Amtsilati ini pada 30 Juni 2002.Tidak disangka, Amtsilati mulai mendapat sambutan dan apresiasi dari masyarakat dengan luar biasa.

Tidak cukup untuk mengenalkan pada dunia program ini dengan hanya satu kali bedah buku. Kiai Taufiqul Hakim akhirnya melakukan pengenalan metode baru ini ke berbagai daerah.

Tidak hanya berfokus terhadap pengenalan publik akan metode baru, Kiai Taufiqul Hakim juga mendirikan pesantren sendiri. Pada 1 Mei 2004 beliau mendirikan Pondok Pesantren Darul Falah.

Amtsilati Mendunia

Program baru Amtsilati ini menjadi pemikat hati. Kesan ilmu nahu dan saraf sebagai momok perlahan sirna dengan metode baru ini. Keberkahan metode baru Amtsilati menarik banyak pesantren untuk mencoba menerapkan metode ini. Untuk dibentuk koordinator wilayah (Korwil) penerapan metode Amtsilati di berbagai daerah, seperti di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sumatra, dan bahkan sampai Indonesia bagian timur. Yang terbaru,  Kementrian Agama (Kemenag) DKI Jakarta meluncurkan program “Membaca Kitab Kuning dengan Metode Amtsilati” untuk seluruh madrasah negeri di wilayah DKI Jakarta.

Metode Amtsilati menunjukkan tajinya dalam perlombaan membaca kitab kuning nasional, Musabaqoh Qiroatul Kutub Nasional (MQKN) 2023 yang berlangsung di Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan, Jawa Timur, dengan menyabet empat gelar. Tiga di antaranya juara satu dan menjadikan Jawa Tengah keluar sebagai juara umum dan berhasil menkudeta Jawa Timur sebagai juara bertahan berturut-turut .Sebuah prestasi yang cemerlang bagi suatu metode baru yang baru berumur  kurang lebih dua dasawarsa.

Metode Amtsilati untuk saat ini tidak hanya diterapkan di dalam negeri, melainkan sudah digunakan di mancanegara. Beberapa korwil luar negri sudah dibentuk, antara lain di Mesir, Yaman, dan beberapa negara Timur Tengah lainnya. Dan Amtsilati pun kini mendunia.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan