Para santri lagi kumpul di UPT Jatian

Annuqayah: Penerapan Ekologi di Lingkungan Pesantren

298 kali dibaca

Pondok Pesantren Annuqayah di Sumenep, Madura, Jawa Timur sukses melakukan pengelolaan sampah secara mandiri. Demi menjaga lingkungan yang lestari, Pesantren Annuqayah telah menerapkan prinsip-prinsip ekologi dalam pengelolaan pesantren.

Menurut ahli biologi asal Jerman, Ernest Haeckel (1834-1914), ekologi merupakan salah satu cabang biologi yang mempelajari interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Ekologi mempunyai banyak peranan penting, di antaranya mencegah kerusakan lingkungan, contohnya sampah.Jika tak terkontrol dan dikelola dengan benar, sampah mempunyai daya rusak terhadap ekosistem lainnya yang sangat berbahaya bagi kehidupan semesta.

Advertisements

Itulah yang mendasari Pesantren Annuqayah menerapkan prinsip-prinsip ekologi, salah satunya yang berkaitan dengan pengelolaan sampah.

Seperti pernah diungkapkan oleh Pengasuh Pesantren Annuqayah KH Hanif Hasan, kebanyakan sampah bukan jatuh dari pohon, tetapi lebih banyak jatuh dari tangan kita sendiri. Karena itu, Pesantren Annuqayah memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sampah, terutama yang dihasilkan oleh para santrinya.

Dengan jumlah santri yang mencapai ribuan, pesantren ini menghasilkan sampah sekitar 275,67 kilogram (kg). Dengan rincian, sampah residu sebanyak 204,53 kg., sampah plastik daun 24,6 kg., sampah plastik keras: 15,27 kg., sampah kertas 24,12 kg., dan sampah organik 7,15 kg.

Untuk itu, di Pesantren Annuqayah dibuat laboratorium pengelolaan sampah dengan membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jatian. Bahkan, penerapannya diresmikan langsung oleh Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin pada 9 Agustus 2023. UPT Jatian ini secara khusus bertugas mengatasi masalah limbah sampah dengan menggunakan tiga metode yang dikenal sebagai 3R, yaitu Reduce, Reuse, dan Recycle.

Reduce adalah metode untuk mengurangi segala sesuatu yang mangakibatkan atau memunculkan sampah. Dalam metode reduce ini, UPT Jatian melakukan sosialisasi kepada seluruh santri agar tidak menggunakan bahan plastik sekali pakai atau yang tidak dapat didaur ulang, seperti plastik kresek dan kertas minyak.

Salah satu caranya, misalnya, ketika santri hendak membeli nasi yang dibungkus harus menggunakan wadah nasi yang bisa dipakai berkali-kali. Selain itu, di setiap depan kantor, kamar, perpustakaan, masjid, dan unit lainnya diharuskan ada empat tong sampah yang berukuran sedang dengan lebel pada setiap tong berbeda, seperti organik, anorganik, kertas, dan residu. Tujuannga agar santri tidak membuang sampah sembarangan.

Sementara itu, metode reuse adalah penggunaan atau pemanfaatan kembali sampah yang masih bisa berfungsi. Dalam metode ini, ada santri yang ditugaskan untuk membantu mengumpulkan sampah pada waktu pagi atau sore.

Bahkan, untuk itu di pesantren ini dibentuk Pemulung Sampah Gaul (PSG) yang bertugas mengumpulkan sampah dengan menggunakan grobak yang berisi empat tong sampah besar. Masing-masing tong kegunaannya berbeda sesuai klasifikasi sampah, yaitu organik, anorganik, kertas, dan residu.

Proses ini dinamakan pemilahan. Sampah organik adalah sampah yang mudah busuk, seperti sisa makanan, daun-daunan, dan ranting pohon. Sampah anorganik adalah sampah lebih sulit terurai, seperti plastik, kaleng, dan styrofoam. Sampah kertas adalah sampah berbahan kertas. UPT Jatian memilah kertas agar bisa dijual kembali. Sampah residu adalah sampah di luar keempat jenis sampah di atas, seperti pembalut, kain, dan semacamnya.

Untuk ini sampah jenis keempat ini, UPT Jatian akan membakarnya di tempat khusus hingga menjadi arang. Selanjutnya, Pengurus UPT Jatian menerima sampah plastik yang sudah dipilah, sehingga para pangurus melangsungkan dengan prosesnya selanjutnya yaitu pembakaran.

Sedangkan, metode recycle adalah mengolah kembali sampah atau mendaur ulang sampah menjadi suatu produk atau barang yang bermanfaat. Di laboratorium UPT Jatian, daur ulang sampah dilakukan dengan dua cara, yaitu dibakar dan dijual. Sampah anorganik didaur ulang menjadi barang bernilai ekonomis seperti paving. Sedangkan, sampah organik bisa dijadikan pupuk kompos.

Pembuatan paving ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Selain itu pembuatannya dilakukan pada malam hari karna suhunya lebih dingin, proses pembuatan berlangsung di atas wadah dengan api yang besar, sehingga sampah plastik meleleh di atas wadah pembakaran.

Selanjutnya, sampah plastik yang sudah meleleh dilanjutkan kepada proses pencetakan dan ditunggu sampai dingin. Paving dari sampah tersebut tidak dijualbelikan, melainkan dimanfaatkan sendiri. Namun begitu, ada limbah sampah yang bisa dijual, seperti kardus, kertas, botol plastik, dan bahan lainnya. Sementara, Sampah residu seperti puntung rokok dibakar menjadi debu.

Model pengelolaan sampah yang dilakukan Pesantren Annuqayah ini menjadi contoh betapa di lembaga pendidikan tradisional sekalipun bisa menerapkan prinsip-prinsip ekologi untuk menjaga lingkungan tetap sehat dan kelestarian alam.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan