Al-Qur’an merupakan kitab suci dan sekaligus petunjuk bagi umat muslim. Sebagai kitab suci, ia bahkan selalu menginspirasi bukan hanya bagi umat muslim saja, melainkan ia memiliki daya keunikan dan motivasi tersendiri bagi setiap orang.
Hal itu membuktikan bahwa Al-Qur’an adalah benar-benar kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan mengandung mukjizat yang luar biasa sehingga mendorong semua orang untuk melihat aspek-aspek apa saja yang terkandung di dalamnya.
Ketika melihat aspek-aspek keunikan daripada Al-Qur’an tersebut, setiap orang menempuh cara-cara yang berbeda dan hasil pengamatannya pun juga tidak sama. Jika diibaratkan sebuah intan permata, maka Al-Qur’an mengandung intan permata yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Tidak mustahil jika seseorang mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia melihat lebih banyak ketimbang dengan apa yang ia lihatnya sendiri (hlm. 2) dan begitulah seterusnya.
Buku ini mencoba mengungkap aspek-aspek daripada keunikan Al-Qur’an itu melalui cara-cara yang sangat unik dalam menggali kemukjizatan Al-Qur’an tersebut. Cara yang ditempuh oleh penulis buku ini dapat membuka peluang baru dalam melihat aspek-aspek keunikan Al-Qur’an, sehingga pada gilirannya umat muslim dapat menemukan cahaya Al-Qur’an dari sisi yang berbeda pula.
Adapun, cara yang ditawarkannya adalah melihat Al-Qur’an menggunakan pendekatan eklektisisme. Pendekatan ini meniscayakan adanya cara pandang terbaru di dalam melihat Al-Qur’an agar mampu memahaminya sesuai dengan situasi dan kondisi zaman.
Pakar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Profesor Abdul Mustaqim, melalui bukunya, Epistemologi Tafsir, menjelaskan bahwa periodisasi tafsir terdiri dari tiga periode. Pertama, tafsir era awal atau tafsir pembentukan. Kedua, era pertengahan. Dan, ketiga, era modern-kontemporer. Setiap periode ini memiliki kecenderungan tersendiri dalam melakukan penafsiran terhadap Al-Qur’an.
Di era awal, kecenderungan tafsir lebih dominan menggunakan periwayatan. Di era pertengahan, kecenderungan penafsiran lebih bersifat afirmatif, ideologis, dogmatis, dan sektarian. Sementara di era modern-kontemporer lebih bersifat terbuka atau bersifat kritis-reformatif terhadap metode dan pendekatan penafsiran Al-Qur’an era pertengahan.
Di era modern-kontemporer ini, kajian tafsir kebanyakan lebih membuka diri terhadap metodologi terbaru. Alasannya, karena agama Islam mempunyai banyak wajah (multifaces). Cara memahaminya tidak melulu menggunakan pendekatan teologi, kepercayaan, pedoman hidup, tetapi juga menyangkut persoalan-persoalan historis-kultural yang merupakan keniscayaan manusiawi belaka (Chuzaimah dkk., 2018: 175).
Penafsiran yang cenderung ideologis, dogmatis, dan sektarian justru akan membuat agama Islam yang shalihun likulli zaman wa makan, yang dipahami oleh umat muslim secara tidak komprehensif. Pada gilirannya agama Islam seolah cenderung tidak memberikan jawaban atas problem-problem kontemporer.
Buku penelitian Dr Eva Musyarrofah ini mampu memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang ilmu tafsir. Melaui buku ini, Eva berusaha menawarkan kerangka konseptual dalam memahami ilmu tafsir. Meskipun, kerangka yang dia tawarkan terbilang masih jarang dilakukan di indonesia, namun kerangka teori ini—seperti dikatakan Prof. Masdar Hilmy, dalam kata pengantar—memiliki nilai kebaruan yang signifikan bagi pengembangan kajian tafsir di Indonesia.
Karena buku ini memfokuskan penelitiannya pada karya salah satu tokoh tafsir di Indonesia, sehingga melalui buku ini kita menjadi mengerti seperti apa karakteristik dan corak penafsiran yang dikarang oleh tokoh tafsir dari Indonesia tersebut.
Namun perlu dicatat, karena penelitiannya sini memfokuskan pada tafsir al-Ibris karya KH Bisri Mustofa, ketika menggunakan kerangka teori ekletisisme sebagaimana ditawarkan oleh Eva, kita menjadi mengerti bahwa usaha tafsir yang dikembangkan oleh KH Bisri Mustofa sebetulnya sebuah upaya menafsirkan Al-Qur’an dengan mentranformasikan pesan-pesan teks Al-Qur’an untuk dikontekstualisasikan dengan nilai-nilai budaya dan disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat Jawa. Pada masyarakat Jawa itulah al-Ibris dialamatkan.
Buku ini tidak saja sangat menarik, tetapi juga sangat penting untuk diketahui, khususnya bagi calon yang mempelajari pengkajian Islam atau Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Meskipun buku ini merupakan hasil penelitian salah satu dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA), namun demikian bahasa yang digunakan dalam buku ini tidak bersifat akademik yang terkadang cenderung membosankan dan susah dicerna oleh masyarakat awam. Buku ini sungguh enak dibaca dan mudah dipahami oleh siapapun. Selamat membaca.
Data Buku:
Penulis: Dr Eva Musyarrofah
Judul: Eklektisisme Tafsir Indonesia, Studi Tafsir al-Ibris Karya Bisri Mustofa
Penerbit: Prenadamedia Group
Tahun Terbit: Juli 2023
Tebal: 196 Halaman
ISBN: 978-602-383-183-8