Bunuh diri kelas adalah ciri yang paling menonjol dari Malamatiyah. Bukan bunuh diri fisik. Para sufi Malamatiyah berusaha untuk “membunuh” kelas sosialnya sendiri dengan menanggalkan status sosial tinggi, melepaskan privilege (hak istimewa), label-label bergengsi, simbolisasi hierarki, dan elitisme. Lalu membaur bersama masyarakat awam dan umum tanpa terkekang oleh kelas-kelas sosial yang mengekang bikin rikuh, kaku, dan berjarak.
Para sufi Malamatiyah melakukan awamisasi pada dirinya sendiri. Menciptakan masyarakat tanpa kelas. Tak berjarak satu dengan yang lain. Dari situ, para sufi Malamatiyah bisa bergaul secara intens, membaur, mengetahui dan merasakan apa yang dialami masyarakat pada umumnya.
Sejatinya apa yang dilakukan para sufi Malamatiyah dengan bunuh diri kelasnya ialah upaya untuk terus menghidupkan nilai luhur kesetaraan sesama manusia. Di hadapan Allah adalah sama. Kelas sosial seringkali melupakan dan bahkan bertentangan serta menghancurkan nilai kesetaraan itu sendiri.
Setidaknya ada dua pola bunuh diri kelas yang dilakukan para sufi. Pertama, meninggalkan kelas sosialnya yang tinggi dan bergengsi. Seperti Ibrahim bin Adham yang meninggalkan singgasana kerajaannya dan memilih hidup sebagai sufi kelana dan membaur bersama masyarakat umum.
Hal yang sama dilakukan oleh Imam al-Ghazali yang meninggalkan gelar guru besarnya di Universitas al-Nidzhamiyah dan memilih uzlah, menyepi dan menepi, total hidupnya untuk berzikir dan menulis.
Ada banyak tokoh sufi baik di peradaban Islam klasik maupun di peradaban Nusantara. Sedikit saya saya spill tentang sufi Nusantara yang meninggalkan kelas sosialnya yang tinggi. Di antaranya, yaitu Joko Tingkir alias Mas Karet alias Adiwijaya yang kata Gus Dur telah meninggalkan kerajaan Pajang dan lebih memilih bikin majelis pengajian di tengah masyarakat.
Gus Dur sendiri menurut saya adalah tokoh sufi Malamatiyah yang melakukan bunuh diri kelas dengan rela meninggalkan kursi presiden dan lengser keprabon.
Di Yogyakarta, ada Kiai Nur Iman yang meninggalkan kehidupan kerajaan dan lebih memilih hidup menjadi pembimbing masyarakat.