“Meskipun tidak begitu istimewa, tapi paling tidak inilah bukti kecintaan kita pada Nahdlatul Ulama.” itulah ucapan salah satu kontributor buku Bunga Rampai: Refleksi Satu Abad NU beberapa waktu lalu.
Ya, inilah buku yang sangat sederhana, namun terlahir dari niat yang begitu istimewa. Sebuah kado kecil dalam menyambut Satu Abad Nahdlatul Ulama beberapa bulan lalu.
Kehadiran buku ini jelas tidak terlepas dari bagaimana santri melihat NU sejauh ini. Meminjam istilah Arif A’abadia sebagai penyusun, melihat NU tidak semata hanya dari rentetan tahun dengan sekilas catatan; melihat NU tidak semata sebagai organisasi kemasyarakatan yang terlepas dari peran ulama; dan melihat NU tidak semata sebagai yang gagah-raksasa dengan memisahkan pesantren di dalamnya. Apalagi, melihat NU semata-mata hanya pada yang santri dengan tega menegasikan para petani, nelayan, buruh, dan akar rumput lainnya.
Tentu tidak. Melihat NU tidak semata-mata hanya dengan itu. Berani melihat NU artinya harus berani melihat segala kompleksitas entitas sekaligus perannya yang saling terikat dan mengikat satu dengan yang lainnya. Oleh karenanya, untuk mewujudkan itu mahasantri-mahasantri PP Al-Anwar 3 Sarang, Rembang, Jawa Tengah mencoba memberikan ikhtiar berupa perenungan dan pencermatan atau bisa disebut sebagai refleksi untuk NU dalam memasuki abad keduanya.
Buku yang berada di hadapan pembaca ini hadir dengan tampilan berbeda nan unik. Di mana buku ini berisi refleksi dari beragam tema atas kepingan demi kepingan rekam jejak, unek-unek, guyonan, hingga menghadirkan catatan kritik untuk NU itu sendiri. Setidaknya, melalui buku setebal 271 halaman ini terkumpul sebanyak kurang lebih 60 tulisan yang lahir dari tangan tak berdosa santri.
Disajikan dengan tiga bentuk/model tulisan yaitu esai, cerpen, dan puisi, ditambah ilustrasi-ilustrasi sebagai pembatas masing-masing model tulisan, hingga ditutup dengan teka-teki silang (TTS) seputar Nahdlatul Ulama, jelas memberikan nuansa segar terhadap buku itu sendiri.
Melalui tulisan ini, penulis akan sedikit menghadirkan gagasan-gasasan, unek-unek, guyonan, dan tak lupa harapan besar santri berupa autokritik dan wacana dialektika terhadap dinamika sosial keagamaan yang merentang sejauh ini. Semuanya tentu yang mempunyai kaitan erat dengan Nahdlatul Ulama itu sendiri.
MasyaAllah, Al-Anwar the best…