Catatan Kecil Santri untuk NU

30 views

“Meskipun tidak begitu istimewa, tapi paling tidak inilah bukti kecintaan kita pada Nahdlatul Ulama.” itulah ucapan salah satu kontributor buku Bunga Rampai: Refleksi Satu Abad NU beberapa waktu lalu.

Ya, inilah buku yang sangat sederhana, namun terlahir dari niat yang begitu istimewa. Sebuah kado kecil dalam menyambut Satu Abad Nahdlatul Ulama beberapa bulan lalu.

Advertisements

Kehadiran buku ini jelas tidak terlepas dari bagaimana santri melihat NU sejauh ini. Meminjam istilah Arif A’abadia sebagai penyusun, melihat NU tidak semata hanya dari rentetan tahun dengan sekilas catatan; melihat NU tidak semata sebagai organisasi kemasyarakatan yang terlepas dari peran ulama; dan melihat NU tidak semata sebagai yang gagah-raksasa dengan memisahkan pesantren di dalamnya. Apalagi, melihat NU semata-mata hanya pada yang santri dengan tega menegasikan para petani, nelayan, buruh, dan akar rumput lainnya.

Tentu tidak. Melihat NU tidak semata-mata hanya dengan itu. Berani melihat NU artinya harus berani melihat segala kompleksitas entitas sekaligus perannya yang saling terikat dan mengikat satu dengan yang lainnya. Oleh karenanya, untuk mewujudkan itu mahasantri-mahasantri PP Al-Anwar 3 Sarang, Rembang, Jawa Tengah mencoba memberikan ikhtiar berupa perenungan dan pencermatan atau bisa disebut sebagai refleksi untuk NU dalam memasuki abad keduanya.

Buku yang berada di hadapan pembaca ini hadir dengan tampilan berbeda nan unik. Di mana buku ini berisi refleksi dari beragam tema atas kepingan demi kepingan rekam jejak, unek-unek, guyonan, hingga menghadirkan catatan kritik untuk NU itu sendiri. Setidaknya, melalui buku setebal 271 halaman ini terkumpul sebanyak kurang lebih 60 tulisan yang lahir dari tangan tak berdosa santri.

Disajikan dengan tiga bentuk/model tulisan yaitu esai, cerpen, dan puisi, ditambah ilustrasi-ilustrasi sebagai pembatas masing-masing model tulisan, hingga ditutup dengan teka-teki silang (TTS) seputar Nahdlatul Ulama, jelas memberikan nuansa segar terhadap buku itu sendiri.

Melalui tulisan ini, penulis akan sedikit menghadirkan gagasan-gasasan, unek-unek, guyonan, dan tak lupa harapan besar santri berupa autokritik dan wacana dialektika terhadap dinamika sosial keagamaan yang merentang sejauh ini. Semuanya tentu yang mempunyai kaitan erat dengan Nahdlatul Ulama itu sendiri.

NU Melalui Kacamata Santri

Mahfud Sulqi sebagai salah satu kontributor buku ini, melalui esainya yang berjudul “Refleksi: NU yang Saya Lihat” berusaha melihat NU dari berbagai sisi dan keadaan. Di mana, menurutnya, di usianya yang lebih satu abad, NU dalam perkembangannya telah menembus segala aspek kehidupan manusia. Kemudian secara khusus ia mengklasifikasikan NU dengan tujuh model: NU di Desa, NU di Kota, NU di Pesantren, NU di Perguruan Tinggi, NU di Media Sosial, NU di Politik Praktis, dan NU di Perdamaian Dunia. (Hlm. 41)

Melalui model-model tersebut, eksistensi dan perkembangan NU begitu tampak terlihat. Meski tidak selamanya bisa terlepas dari kekurangan dan pekerjaan rumah, namun semuanya itu jika terbenahi dengan baik akan menuntun NU ke arah yang jauh lebih baik dan cerah. Salah satu yang disinggung yaitu dalam ranah NU di Perguruan Tinggi. Menurutnya, andil NU dalam mengelola perguruan tinggi belum sesukses kiprahnya seperti dalam pendidikan pesantren.

Berbeda jauh dengan pesantren yang begitu berhasil dibina oleh ajaran NU. Di ranah perguruan tinggi nampaknya NU belum terlalu menunjukkan kemampuan sesungguhnya. LPTNU (Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama) dalam masalah ini memang harus berlari kencang dalam merancang dan menyusun sistem perguruan tinggi yang dapat mencetak intelektual dan akademisi yang unggul,” tulis Mahfud Sulqi

Di titik yang tak kalah menarik, terdapat esai berjudul “Refleksi Satu Abad dan Visi Progresif Nahdlatul Ulama di Era Kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf.” Imam Syafi’i sebagai penulis memulai tulisannya dengan mengajak pembaca untuk mengingat sejarah di balik lahirnya Nahdlatul Ulama itu sendiri. Di mana, NU yang lahir pada 16 Rajab 1344 H merupakan strategi kelompok agamawan sebagai bentuk manifestasi keprihatinan para kiai dan santri terhadap kolonial Belanda yang menjajah dan mendiskriminasi umat Islam di Indonesia.

Lebih tentang itu, Imam Syafi’i sedikit mengulik kemajuan peradaban dunia melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi yang dimulai di Eropa pada abad ke-14 sampai ke-16 atau yang disebut Renaisans, hingga kemudian mengerucut pada visi progresif KH Yahya Cholil Staquf berupa visi peradaban dengan menghadirkan kembali sosok Gus Dur dalam roadmap arah gerak Nahdlatul Ulama ke depan.

Terbukti, menurut Imam Syafi’i, visi progresif KH Yahya Cholil Staquf bisa terlacak dengan terselenggaranya event besar dan berkelanjutan bernama Religion of Twenty (R20) dan Fikih Peradaban. Terobosan-terobosan yang dilakukan Nahdlatul Ulama di era kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf inilah menjadi bukti nyata di mana NU peduli terhadap berbagai problematika yang ada dewasa ini. (Hlm. 140)

Religion of Twenty yang digagas oleh Gus Yahya sebagai representasi NU tersebut diselenggerakan dalam rangka mendorong para pemuda agama untuk ikut berkontribusi dalam memecahkan berbagai masalah global. Terselenggaranya event tersebut menandai bagaimana agama dapat hadir dalam mengatasi permasalahan global yang sejak abad ke-14 agama selalu dipinggirkan, karena terkesan otoriter dan dianggap menyebabkan kemunduran di bidang teknologi, ilmu pengetahuan dan sains modern,” tulis Imam Syafi’i.

Selain dua esai tersebut, tentu masih banyak lagi esai-esai menarik lainnya tentang bagaimana santri melihat NU dari berbagai sudut pandang. Belum lagi dilihat dari karya tulis dalam bentuk cerpen dan puisi. Semuanya mempunyai daya tarik tersendiri melalui sudut pandang yang santri bawakan.

Lahirnya buku ini jelas menjadi manifestasi konkret di mana santri sampai detik ini merupakan entitas yang tidak dipisahkan dari Nahdlatul Ulama itu sendiri. Sehingga atas dasar itulah kemudian, santri masih menaruh kepedulian lebih terhadap arah dan perkembangan Nahdlatul Ulama dalam menjemput dan meneropong abad keduanya.

Tentang Buku

Judul            : Bunga Rampai Refleksi Satu Abad NU
Penulis         : Mahasantri PP Al-Anwar 3
Penerbit        : Atap Pustaka
Tahun Terbit : Cetakan II, April 2023
Tebal              : xxi + 271 Halaman

Multi-Page

One Reply to “Catatan Kecil Santri untuk NU”

Tinggalkan Balasan