Cerita dari Pesantren (2): Ketika Santri Bersekongkol

297 views

Kalau ada pertanyaan kapan cerita seru dalam perjalanan mencari ilmu di pesantren dimulai, sekarang saya akan menjawabnya dengan penuh tawa, dengan mengenang ketika masih menjadi santri cilik.

Itulah saat menjalani tahun-tahun berlalu belajar dengan sungguh-sungguh di pesantren, berlomba-lomba mengkhatamkan hafalan kitab Imrithi di tingkat Tsanawiyah dan kitab Alfiyah di tingkat Aliyah. Rasanya tak ada yang lebih seru dibandingkan dengan pertama kali harus belajar menulis tulisan pegon dan membaca serta memaknani kitab Mabadi Fiqih hasil tulisan sendiri. Hasilnya lucu, bentuknya lebih terlihat melungker daripada miring lurus.

Advertisements

Bukan hanya itu, banyak sekali cerita beragam yang saya rekam, entah pengalaman sendiri atau dari sekeliling saya.
Ketika menyadari madrasah yang saya tempuh berbeda dengan yang di rumah, saya seketika menjadi asing dengan semua pelajaran di pesantren. Meskipun di rumah mengaji TPQ, tetapi saya rasa di pesantren lebih dari itu. Perlu banyak sekali penyesuaian dalam berbagai hal, mulai dari pelajaran, pertemanan, suasana yang serba antri, sampai urusan masak bersama, makan, dan mencuci baju.

Perkara-perkara kecil seperti itu membentuk diri saya dan kawan kawan lainnya menjadi lebih mandiri dalam banyak hal, yang tentu saja akan berbeda cerita ketika dilakukan di bangku madrasah Tsanawiyah atau Aliyah.
Kami memang tidak dibebani banyak kegiatan seperti mbak-mbak santri lainnya. Pesantren sendiri pun sudah menjadwal rutin setiap tingkat madrasah dengan jadwal kegiatan yang berbeda satu sama lain. Santri Madrasah Ibtidaiyah memiliki jam tidur satu jam lebih cepat dibandingkan dengan santri di kelas lebih tinggi.

Meskipun begitu, jadwal bangun kami tetap dipukul rata, jam tiga pagi, namun kegiatan kami di siang hari tidak sepadat mereka. Tidak ada kamar mandi khusus untuk kami. Untuk mandi setiap hari, kami harus mengantre seperti santri-santri lainnya. Tetapi, biasanya, santri-santri di kelas lebih tinggi lebih sering mendahulukan kami. Kami lebih sering “mandi bebek” (mandi cepat) daripada mandi yang sebenarnya. Anak-anak memang lebih suka yang simpel dibandingkan yang ribet.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan