Dalam sejarah panjang manusia hidup di Bumi ini, mungkin kondisi yang ada hari ini bisa dikatakan sebagai puncak pencapaian terbesar prestasi manusia dalam mengoptimalkan daya intelektualitasnya. Dengan itu kita hidup di zaman yang sebut Era 4.0.
Bagaimana tidak? Bisa kita saksikan bersama kemajuan dan kecanggihan dalam segala bidang. Salah satunya yang mudah sekali kita lihat sekarang adalah kecanggihan teknologi yang begitu luar biasa. Hampir semua aktivitas manusia sudah sangat termanjakan dengan itu semua.
Adanya kemajuan di bidang teknologi informasi memungkinkan antarmanusia di seluruh penjuru dunia dapat mengakses informasi dan berkomunikasi dengan sangat leluasa, bahkan jarak sudah sangat tak berarti. Jutaan bangunan megah yang dibangun di atas Bumi dengan arsitektur memukau beserta segala fasilitas yang serba canggih.
Belum lagi jika kita menengok kemajuan di bidang-bidang yang lainnya, yang sifatnya nonfisik seperti sains, pendidikan, kedokteran, pemikiran, ilmu-ilmu agama, ilmu sosial, bahkan kemiliteran. Semua hampir mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu kemajuan yang luar biasa. Semua fakta ini bisa kita temukan merata hampir di seluruh dunia. Terutama negara-negara maju di belahan benua Eropa, Amerika, Australia, dan sebagian Asia.
Ketika mencermati fakta tersebut, lalu yang menjadi pertanyaan besar adalah apa dan siapa yang bekerja dan berjasa di balik semua kemajuan peradaban manusia tersebut? Apakah para raja dan penguasa sebuah negara? Ataukah mereka konglomerat yang berlimpah harta?
Memang tak bisa dinafikan begitu saja peran keduanya dalam proses membangun sebuah peradaban manusia. Akan tetapi, secara jujur kita akan sepakat bahwa mereka yang berjasa adalah para ilmuwan, cendekiawan, dan ulama. Mereka yang berjasa dan berhak menyandang gelar pahlawan dalam pembangunan peradaban manusia.
Sebab, merekalah yang memiliki perhatian besar dan mendedikasikan hidup sepenuh cinta pada apa yang kita sebut dengan ilmu pengetahuan. Sangat mustahil jika tanpa usaha penuh kesungguhan dari mereka melalui proses berpikir, mencipta, menggali, dan mengeksplorasi keilmuan akan bisa kita saksikan kemajuan yang ada sekarang ini.
Jika kita mau menengok sejarah panjang manusia belasan abad silam, jauh sebelum bangsa-bangsa Eropa dan sekutunya mengenal keilmuan, dunia Islam justru sudah sangat akrab dan kental dengan tradisi keilmuan, seperti kajian-kajian ilmiah dalam segala bidang ilmu pengetahuan . Hampir semua bidang keilmuan dikaji secara tuntas tanpa terkecuali.
Waktu itu tidak ada pengkotakan atau pemisahan ilmu seperti yang hari ini menjadi pemahaman keliru, bahwa adanya istilah ilmu agama dan nonagama (umum). Bahkan, ada satu diktum dari Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya Ulumiddin, bahwa semua ilmu dihukumi wajib (fardhu). Dan, hanya ada dua pembagian, yaitu ilmu yang masuk kategori fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Mungkin pernyataan ini juga menjadi salah satu yang mengilhami para ilmuwan muslim. Sehingga, ditemui kenyataan adanya eksplorasi ilmu yang tak terbatas.
Masa itu merupakan puncak keemasan dan kegemilangan yang dicapai oleh umat Islam. Hampir di seluruh daerah kekuasaan Islam terdapat pusat-pusat pengembangan keilmuan sebagai sarana pembangunan peradaban. Sehingga, banyak sekali nama-nama besar ilmuwan muslim yang lahir sebagai penemu dan peletak dasar ilmu pengetahuan yang ada sekarang ini.
Kita mengenal seperti ulama besar bergelar Hujjatul Islam Imam Ghozali (w.1111 M), seorang sufi yang faqih sekaligus ahli filsafat dan matematika; Ibnu Sina ( w.1037 M di Eropa dikenal dengan nama Avicenna ) sebagai ahli kedokteran dan filsafat; Ibnu Rusyd (w 1198) atau Averroes; seorang filsuf kenamaan, seorang maestro di bidang matematika, Al-Khawarizmi; kemudian Al-Farabi, seorang ahli filsafat dan juga penemu teori musik sebagai dasar musik modern; dan masih banyak lagi nama-nama besar ilmuwan muslim lainnya.
Mereka tidak hanya berhenti sebatas kajian keilmuan pada masanya, akan tetapi melahirkan banyak sekali karya-karya besar yang berupa pemikiran dan tulisan yang sampai sekarang masih digunakan tidak hanya di dunia Islam, bahkan di berbagai belahan dunia serta menjadi inspirasi sekaligus rujukan oleh ilmuwan-ilmuwan modern. Dan ini semua adalah fakta yang tak akan terbantahkan dan terhapus begitu saja dari lembaran sejarah manusia. Seluruh kemajuan dan pencapaian luar biasa dari generasi muslim terdahulu adalah sebab semangat dan kecintaan yang begitu besar pada ilmu itu sendiri.
Kemudian, pertanyaan berikutnya adalah di manakah posisi kita sekarang sebagai muslim di tengah-tengah kemajuan peradaban yang ada hari ini? Islam sebagai agama terbesar yang dipeluk oleh manusia penghuni hamparan bumi ini, apakah termasuk dari mereka yang ikut andil menyumbangkan perannya dalam proses pembangunan itu? Ataukah hanya mereka yang tak tahu menahu tentang kemajuan dan bahkan yang terparah adalah justru menjadi golongan yang menghambat serta mengganjal proses kemajuan sebuah peradaban?
Setelah kita mengetahui peran dan pencapaian umat Islam terdahulu dalam membangun sebuah peradaban manusia yang gilang gemilang, tidakkah kita malu jikalau hanya menjadi umat yang berpangku tangan. Justru, yang seharusnya menjadi prinsip hidup selayaknya dipegang kuat oleh setiap muslim adalah menjadi penggerak dan pelopor kemajuan peradaban. Banyak hal dapat kita lakukan sebagai upaya mencapainya. Dan yang terpenting adalah kembali menggelorakan semangat dan kecintaan akan ilmu, yang sudah jelas kita yakini sebagai panglima utama dalam menggapai sebuah kemajuan.
Pada akhirnya, yang menjadi harapan kita bersama adalah terciptanya sebuah peradaban yang unggul. Peradaban yang dibangun dengan semangat dan kecintaan akan ilmu secara utuh. Sebuah peradaban manusia yang sebenarnya yang dituntun oleh nilai-nilai ke-ilahi-an. Dan yang menjadi pengemban tugas mulia ini adalah kita yang hari ini masih dikaruniai nikmat hidup.
Kesungguhan merupakan keniscayaan sebagai sebuah manifestasi rasa syukur atas nikmat akal dan juga sebagai wujud totalitas penghambaan pada Tuhannya yang mana manusia diamanati oleh-Nya sebagai khalifah pemakmur Bumi ini. Wallahu A’lam Bisshowab.