Dari Festival Kitab Kuning 2024 di Banyuwangi

30 views

Festival Kitab Kuning di Banyuwangi, Jawa Timur, pada tahun 2024 kali ini suasananya bertepatan dengan Hari Santri Nasional dengan mengusung tema “Resolusi Jihad : Inspirasi Kitab Kuning Menjaga Negeri”.

Festival agenda tahunan ini merupakan hasil kerja sama Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dengan Komunitas Pegon. Tahun ini, festival berlangsung selama tiga hari di Pondok Pesantren Adz-Dzikra Tukangkayu, Kertosari, Banyuwangi. Festival berlangsung dari tanggal 25 hingga 27 Oktober 2024.

Advertisements

Dalam festival ini disuguhkan pameran kitab dan mozaik alat perjuangan ulama dan para santri tempo dulu. Di hari kedua (26/10) festival kitab kuning ini, diselenggarakan pula kegiatan bedah buku Panduan Praktis Ilmu Wifiq yang ditulis oleh Gus Muchlas Rofiq Badruttamam. Gus Muchlas merupakan alumnus Pesantren Darul Ulum Rejoso, Peterongan, Jombang dan Pesantren Raudlatul Ulum Kencong, Pare, Kediri. Ia juga menjadi narasumber dalam acara kali ini.

Dalam mukadimahnya, Gus Muchlas menuturkan bahwa ilmu wafaq atau wifiq merupakan satu rumpun keilmuan dalam Islam yang boleh dikatakan hampir punah.

Sebagai bentuk penyederhanaan bahasa, Gus Muchlas menyebutkan jika ilmu wifiq adalah ilmu untuk membuat barcode satu ayat atau surat dalam Al-Qur’an. Melalui perantara barcode tersebut dapat menjadi wasilah kepada Allah agar diberi kelancaran rizki dan ketentraman hidup serta kelancaran dalam bekerja.

Untuk menulisnya pun ada metode dan tata caranya tersendiri. Seperti melihat bulan berapa, tanggal berapa, dan di rasi bintang apa. Karena, menurutnya, apabila salah perhitungan, yang masuk bisa jadi mereka dari golongan jin.

Gus Muchlas kemudian menjabarkan lebih lanjut bahwa azimat/wifiq/rajah pada hakikatnya memiliki daya tarik magnetis yang kuat di alam ghaib. Ibaratnya, seperti perempuan cantik yang jadi incaran golongan makhluk halus tersebut untuk segera dipinang.

Kemudian ia juga menyikapi fenomena salah satu ustaz ruqyah di medsos yang sedikit+dikit menjadikan rajah/azimat/wifiq di kediaman pasien tersebut sebagai biang dari kesialan di tempat itu. Ketika melihat fenomena demikian, Gus Muachlas menanggapi bahwa sebenarnya tidak ada yang salah. Yang salah adalah tidak adanya penelusuran lebih lanjut yang dilakukan oleh ustaz tersebut terkait hal-hal lain yang menyebabkan rumah seorang pasiennya ditempati atau diganggu oleh makhluk dari golongan halus. Belum lagi faktor pasien. Wifiq yang terpasang di dinding tembok jelas-jelas bukan tulisan tangan penulisnya asli, melainkan sablonan dan tentu hal tersebut yang memicu beberapa kemudaratan terjadi disana.

Gus Muchlas kemudian membongkar bahwa kiai-kiai yang membuka praktik pengijazahan wifiq hanya berbekal selembaran kertas yang difotokopi merupakan suatu tindakan yang gedabrus (tidak berguna). Karena, wifiq yang difotokopi tersebut apabila digunakan atau ditempel tidak ada faedahnya sama sekali.

Pada sesi tanya jawab, para santri dan dewan guru Pesantren Adz-Dzikra sangat antusias sekali. Sesekali ada yang memang masih awam terhadap ilmu wifiq dan ada beberapa santri yang mencoba mengkritisi dengan bertanya keefektifan ilmu wifiq tersebut di era modern. Ada juga yang mempersoalkan apakah ilmu tersebut tidak menyalahi tuntunan Al-Qur’an dan Hadis.

Waba’du, dari acara bedah buku ini kita dapat ambil hikmah, bahwasannya para ulama Nusantara kita tempo dulu dalam membela Negara Indonesia dan ikut andil berperang, juga memberikan ijazah ilmu wifiq dan asma’ serta beberapa amalan hizib sebagai bentuk washilah mereka memohon perlindungan kepada Allah agar tidak mempan diganggu oleh pihak musuh. Wallahu A’lam Bishowwab.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan