Dialektika Pendidikan di Masa Pandemi

53 views

Merebaknya wabah Covid-19 ini memaksa manusia untuk survive dan melakukan banyak hal untuk mengatasi permasalahan kehidupan. Covid-19 menjadikan adaptasi dan transformasi secara masif dan signifikan dalam dunia pendidikan. Beberapa di antaranya adalah proses pembelajaran, penilaian pendidikan, dan agenda kegiatan. Khusus sekolah umum berbasis pesantren, para stakeholders harus berpikir keras untuk meramu kurikulum pendidikan umum dengan kurikulum ciri khas pesantren serta tradisi kesantrian.

Kita sudah tahu jika akhirnya penyelenggaraan ujian nasional ditiadakan. Demikian pula dengan kegiatan tahunan seperti pelepasan siswa tingkat akhir, kegiatan akhir sekolah, lomba-lomba, upacara bendera, dan kegiatan sejenisnya juga telah dihapuskan. Sedangkan agenda kegiatan lain, seperti rapat, pengumuman kelulusan, penilaian akhir tahun, dan PPDB bisa dilakukan secara daring.

Advertisements

Pada 24 Maret 2020, Kemedikbud mengeluarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Kemudian dipertegas lagi pada 15 Juni 2020, diumumkan keputusan penyelenggaraan pembelajaran oleh Menko PMK, Kepala BNPB/Ketua Gugus Tugas, Menteri Kesehatan, Menteri Agama, Mendikbud, Menteri Dalam Negeri, dan Ketua Komisi X DPR RI. Tampaknya, kebijakan daring ini juga bakal dipermanenkan atau minimal hingga akhir 2020.

Akan tetapi, pembelajaran daring ini tentu menimbulkan problematika tersendiri dari berbagai sisi. Dari sisi materi pembelajaran, tentu materi-materi yang telah dipelajari pada semester genap masih menyisakan setengahnya. Materi yang tersisa ini harus dituntaskan sesuai target kurikulum pendidikan. Meski diakui, pembelajaran daring tidak seefektif dan seoptimal pembelajaran tatap muka. Belum lagi, pembelajaran ini merupakan hal dan pengalaman baru bagi kebanyakan guru dan siswa.

Pembelajaran harus terjadwal dan sistematis untuk memenuhi hak anak-anak dalam memperoleh pendidikan yang layak. Tentunya, kata terjadwal tidak sama alokasi waktu dan jumlah jamnya seperti pada pembelajaran tatap muka. Misalnya, biasanya siswa jenjang SMA/MA setiap hari menerima 5 mata pelajaran dengan durasi waktu 8 jam, maka pada pembelajaran daring bisa cukup 2 sampai 3 mata pelajaran saja. Durasi penyelesaian dan pengiriman tugas bisa lebih variatif dan adaptif; misalnya sesuai jam, pada hari yang sama, atau pada waktu tertentu bergantung pada tingkat materi dan situasi kondisi.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan