*Catatan Perjalanan Ki Ageng Ganjur ke Vatikan (6)
Sore hari, ketika memasuki Lapangan Santro Petrus yang terletak di halaman Gereja Basilika, kami melihat deretan kursi ditata rapi. Tatanan puluhan ribu kursi itu terbagi dalam tiga zona. Zona paling bawah terdapat kursi paling banyak. Ada puluhan ribu kursi di zona ini. Zona dua ada di tempat yang lebih tinggi, hanya ada ribuan kursi tertata. Di bagian depan terdapat pelataran memanjang dengan lebar sekitar 4 meter. Pelataran ini merupakan tempat bagi para jemaah melakukan pagelaran seni.
Zona tiga berada pada posisi yang paling tinggi lagi, sejajar dengan lantai Gereja Basilika Santo Petrus. Di sini terdapat mimbar utama tempat Paus Fransiskus memberikan sambutan dalam acara audiensi umum. Di samping kanan kiri mimbar terdapat tatanan kursi yang jumlahnya hampir sama dengan yang ada di zona dua. Tidak seperti tatanan kursi di zona satu dan dua yang menghadap Gereja Basilika, susunan kursi di zona tiga ini menghadap mimbar utama, sehingga menyampingi Gereja Basilika. Semua kursi itu tertata tanpa ata. Hanya mimbar utama tempat Paus memberikan sambutan yang ditudung atap.
Menurut penjelasan teman-teman dari KBRI yang mendampingi kami, tatanan kursi itu digunakan untuk acara audiensi umum, yaitu pertemuan antara jemaah (masyarkat) dengan Paus Fransiskus. Pada acara ini Paus keluar untuk menyapa umat yang datang dari berbagai penjuru dunia. Acara ini dilaksanakan seminggu sekali, setiap Rabu pagi.
Setelah mendengar penjelasan dari teman KBRI, seluruh anggota rombongan tertarik hadir menyaksikan peristiwa monumental ini sambil berharap bisa tampil di pelataran Basilika. Harapan ini muncul karena tampil di pelataran Basilika merupakan bagian dari missi utama roadshow Ki Ageng Ganjur ke Vatikan, yaitu menyampaikan suara perdamaian lintas iman.
Sebenarnya pihak KBRI sudah mengajukan surat izin pementasan Ki Ageng Ganjur di pelataran Basilika Santo Petrus ini ke pihak pemerintah Vatikan. Namun sampai sore menjelang malam belum ada jawaban. Informasi dari teman-teman kedutaan, jawaban biasanya diberikan malam hari menjelang hari H pelaksanaan audiensi.
“Sekarang mari sama-sama kita berdoa semoga malam ini ada informasi permohonan kita dikabulkan,” demikian kata Zastrouw membesarkan hati para anggota Ganjur. “Kita berdoa, maksimal bisa diberi kesempatan pentas di pelataran, di hadapan Paus dan para jemaah yang hadir. Tapi minimal dapat undangan hadir dan mendapatkan kursi untuk melihat Paus dan prosesi audiensi umum,” lanjut Mas Haryadi, petugas kedutaan yang mendampingi kami.
Hari Selasa, agenda kegiatan Ganjur memberikan workshop bermain musik tradisional dan latihan bersama dengan teman-teman komunitas Gong Wishnuwara dari Universitas Lapienza, Roma. Workshop dan latihan dilaksanakan di Aula KBRI Vatikan. Kegiatan ini merupakan bagian dari misi Ganjur memperkenalkan seni dan budaya Nusantara di kalangan publik internasional.
Karena seharian sibuk memberikan workshop gamelan dan alat musik tradisional, ditambah dengan latihan bersama untuk kolaborasi dengan Gong Wishnuwara, maka hampir tidak ada satupun anggota Ganjur yang mengingat keinginan pentas di pelataran Basilika Santo Petrus. Kami latihan bersama hingga menjelang pukul 8 malam.
Sampai jam delapan malam belum ada informasi dari pihak Vatikan mengenai jawaban atas permohonan KBRI untuk menampilkan KI Ageng Ganjur di Basilika. Meskipun demikian, para personil tidak pupus harapan. Mereka tetap berdoa agar permohonannya melalui KBRI diterima dan dikabulkan. Beberapa anggota Ganjur ada yang mulai menurunkan ekspektasi, dari bisa tampil di pelataran Basilika menjadi sekadar diizinkan masuk ke pelataran dan duduk di kursi untuk dapat menyaksikan audiensi umum Paus Fransiskus dengan umat Katholik dan masyarakat.
Selesai latihan, seluruh anggota Ganjur ngobrol dengan para personil Gong Wishnuwara yang semuanya orang Itali. Kami ngobrol soal musik, gamelan, dan tembang-tembang Jawa.
Ketika sedang asyik ngobrol, tiba-tiba Mas Haryadi menyampaikan kabar, permohonan KBRI diterima. Ganjur tidak hanya diizinkan melihat audiensi umum, tetapi bisa pentas di pelataran Basilika. Begitu mendengar kabar dari Mas Haryadi, seluruh anggota Ganjur mengucap syukur bersamaan, “Alhamdulillaaaaah…,” teriak mereka secara reflek.
Kabar ini cukup mengejutkan sekaligus membahagiakan. Dalam waktu yang sangat mepet, doa dan harapan personil Ganjur terjawab dan dikabulkan oleh Allah. Ini artinya misi Ki Ageng Ganjur merajut perdamaian dan menyemai persaudaraan lintas iman dapat disuarakan secara lantang kepada seluruh masyarakat dunia. Seruan ini akan terdengar lebih nyaring dan bergema lebih luas karena dilakukan di forum yang sangat strategis.
Meskipun Ganjur diperkenankan tampil di acara audiensi umum di pelataran Basilika, namun ada kendala teknis yang cukup menantang, yaitu tampilan tidak bisa menggunakan instrumen elektronik karena tidak ada aliran listrik di pelataran tempat pentas. Jadi, semuanya harus menggunakan peralatan akustik. Ini artinya hanya alat musik gamelan, gendang, suling, dan rebana yang bisa digunakan untuk mengiringi lagu yang akan dibawakan Ki Ageng Ganjur.
Kondisi ini membuat seluruh lagu yang sudah dipersiapkan harus diaransemen ulang, karena komposisi yang telah disiapkan sebelumnya kolaborasi antara musik akustik dan elektrik. Terpaksa, malam itu Ganjur membuat komposisi baru yang unsurnya hanya menggunakan instrumen akustik. Sampai hampir tengah malam baru berhasil menciptakan satu komposisi lagu Heal the World. Akhirnya, semua sepakat membawakan satu lagu, karena waktu sudah larut malam dan harus istirahat.
Ketika sedang bersiap istirahat, tiba-tiba Mas Haryadi menyampaikan bahwa sebaiknya kita siap minimal tiga lagu, untuk jaga-jaga kalau tidak ada pengisi acara lainya dan kita diminta untuk tampil lagi. Atas permintaan ini seluruh anggota Ganjur rapat dan bersepakat bangun jam empat pagi untuk bersama-sama membuat aransemen dua lagu lagi.
Menjelang jam empat pagi seluruh musisi Ganjur sudah berada di ruang auditorium KBRI untuk membuat aransemen. Dua lagu yang digarap aransemennya adalah lagu berbahasa Itali berjudul Conte Partiro dan lagu Jawa, Perahu Layar. Selain untuk mengatasi kendala teknis, pemilihan lagu ini juga didasarkan pada misi yang dibawakan. Ketiga lagu ini mengandung nilai yang sesuai dengan misi roadshow dan merepresentasikan keragaman; Barat, Itali, dan Jawa.
Meski dengan waktu dan peralatan yang sangat terbatas, tugas membuat komposisi aransemen dapat diselesaikan. Menjelang jam enam pagi, seluruh komposisi lagu sudah jadi. Satu per satu lagu dan komposisinya kemudian dicoba dimainkan. Alhamdulillah, proses membuat aransemen berjalan lancar. Setelah itu seluruh anggota Ki Ageng Ganjur langsung bersiap berangkat ke pelataran Basilika Santo Petrus untuk melaksanakan tugas dan misi dalam acara yang sangat monumental dan spektakuler.
Karena keterbatasan waktu, seluruh personil Ki Ageng Ganjur berbagi tugas. Sebagian ada yang mandi, sebagian sarapan pagi, dan sebagian lagi beres-beres alat yang akan dibawa ke Lapangan Basilika. Semua dilakukan secara bergantian. Ketika yang mandi selesai, mereka langsung angkat alat ke mobil. Yang sudah selesai sarapan langsung mandi. Yang selesai mengangkut alat pindah melaksanakan sarapan pagi. Begitu seterusnya sehingga dalam waktu singkat seluruh pekerjaan dapat diselesaikan dan siap berangkat.
Tepat pukul 07.00 rombongan Ki Ageng Ganjur didampingi Duta Besar RI Untuk Takhta Suci Vatikan, Bapak Michael Trias Kuncahyono, berangkat menuju pelataran Basilika Santo Petrus. Sulit menggambarkan perasaan personil Ganjur saat berangkat dari KBRI. Bahagia, senang, dan khawatir bercampur menjadi satu. Mereka bahagia dan senang karena doanya dikabulkan Allah, khawatir dan deg-degan karena akana tampil di event yang spektakuler dan monumental.
Niat baik dan tujuan mulia yang memantapkan hati dan tekad seluruh personil Ganjur dapat mengatasi seluruh perasaan yang berkecamuk. Semoga manfaat untuk kemaslahatan dan berkah untuk umat.