Saat membicarakan tentang santri tentu tidak akan jauh dari praktik menulis sebagai represenatsi tugas wajibnya. Entah menulis dalam koridor ngesahi kitab, menulis pengetahuan seputar ilmu yang sedang diperlajari, hingga menulis dalam menyikapi gejala sosio-kultural-agama.
Walaupun santri identik dengan ngesahi kitab, tetapi kini telah terjadi transformasi besar-besaran terhadap santri sendiri. Tentu, perubahan besar ini bukan hanya dalam koridor seni atau cara berpakaian, melainkan juga sebagai agen kritik-otokiritik atas isu sosial yang ada. Isu-isu seputar sosio-politik, budaya, dan agama kini menjadi semacam kajian yang tak pernah berhenti untuk dikritisi.
Menurut penulis sendiri, ketiga isu tersebut merupakan makanan sehari-hari dalam arti bahwa peristiwa yang terjadi dikarenakan beragam motif yang melatarbelakanginya. Dikarenakan banyaknya paradigma atau pemikiran dalam menyikapinya, ketiga isu tersebut terus hidup walaupun telah menjadi sejarah atau peristiwa yang lalu.
Sehingga, santri masa kini selain menjadi kritikus yang andal dalam menganalisis segala gejala sosial yang ada, kini berubah menjadi seorang inteletual dalam menyikapi disrupsi media yang ada. Keterbukaan akan akses informasi digital kini menjadi semacam celah agar santri dapat bergabung dalam membangun keberjalanan negeri ini.
Santri dan Media
Berbicara dalam menghadapi tantangan disrupsi media, tentunya santri membutuhkan semacam sokongan untuk mengabadikan ide dan gagasannya agar abadi dan bisa dinikmati oleh khalayak ramai. Salah satu solusinya adalah dengan pendirian media massa yang membantu setiap pendapat, kritik, dan pengetahuan yang ingin disampaikan oleh santri dapat dipublikasikan.
Salah satu keunggulan santri masa kini adalah dengan hadirnya media massa duniasantri.co, yang merupakan sebuah media massa yang bertujuan untuk menjangkau seluruh santri dalam negeri dalam gerakan literasi, wabilkhusus dalam kegiatan membaca, menulis, dan publikasi tentunya.
Keberadaan duniasantri.co kini menjadi salah satu jalan untuk membantu santri, selain hanya ngeasahi kitab kini dapat bertukar gagasan atau yang sering disebut sebagai urun rembug dalam mengawal keberjalanan bangsa yang besar ini.
Melihat sejarah santri yang dulu membangun bangsa ini dengan tumpahan darah, harta, bahkan nyawa, kini rasa-rasanya santri harus mulai mawas diri untuk melanjutkan perjuangan para leluhurnya, yakni salah satunya adalah dengan melebarkan konsep literasi di seluruh penjuru negeri.
Media massa kini menjadi salah satu ladang menyampaikan gagasan, ide, ataupun pendapat, di mana selain itu, media massa juga dapat menjadikan wadah dakwah santri dalam memberikan kepemahaman tentang kehidupan beragama dalam keseharian, terlebih jika telah menyangkut dengan syariat Islam yang setiap hari dijalankan.
Istikamah Menulis
Saat penulis menjadi seorang santri, hal yang diingat hingga saat ini tentunya pengendikan guru. Perkataan ini dapat bersumber dari Romo Kiai ataupun uztad pondok pesantren. Kurang lebih yang penulis ingat adalah ketika seorang guru mengatakan bahwa salah satu cara mengikat ilmu adalah dengan menulis.
Arti dari perkataan ini adalah menulis merupakan kegiatan mulia yang tak hanya mengabadikan diksi menjadi kalimat dalam lembaran kertas, melainkan juga dapat diresapi dalam otak atau pikiran, sehingga ilmu yang telah tertanam dapat diamalkan.
Selain itu, menulis juga menjadi kewajiban sehari-hari santri, di mana para santri tak jauh dari kitab dan buku untuk sebatas ngesahi atau memaknai hingga mencatat penjelasan Romo Kiai ataupun uztaz dalam menyampaikan penjelasan.
Maka awal dari konsep literasi yang digaungkan santri hingga masa kini telah diajarkan oleh kiai sebagai pengasuh, dewan assatiz ataupun guru di pondok ataupun madrasah, bahwa tugas santri adalah menulis untuk menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai salah satu ajang dakwah yang utama.
Maka di era tantangan global yang ada, santri harus memanfaatkan media massa, seperti duniasantri.co ini, sebagai salah satu wadah untuk berdakwah dan mengembangkan bakat dan minat dalam bidang kepenulisan. Dengan begitu, terbangun keistikamahan dalam menyampaiakan ilmu, gagasan, pengetahuan, hingga pendapat berupa kritik maupun solusi yang dapat bermanfaat untuk sesame ataupun bangsa.
Selain sebagai ajang dakwah, menulis juga dapat mengembalikan marwah santri. Sebab, ketika selesai atau boyong dari pondok, santri tetapi tidak melupakan tugas utamanya, yaitu menulis. Walaupun, menulis dalam koridor yang berbeda dengan memanfaatkan akses media massa.