Kitab saraf Amtsilati Tashrifiyyah, karya KH Ma’sum Ali, merupakan salah satu kitab rujukan penting dalam studi ilmu saraf di kalangan pesantren di Indonesia. Kitab ini disusun dengan tujuan mempermudah pemahaman santri terhadap ilmu tashrif, yakni ilmu yang berfokus pada perubahan bentuk kata dalam bahasa Arab.
KH Ma’sum Ali, sebagai seorang ulama dan pendidik yang berpengalaman, memahami betul kesulitan yang sering dihadapi santri dalam mempelajari ilmu saraf. Oleh karena itu, kitab ini dirancang sedemikian rupa agar mudah dipahami dan diimplementasikan dalam proses belajar mengajar di pesantren.
Filosofi utama dari kitab ini terletak pada pendekatannya yang kontekstual dan aplikatif. Dalam bahasa Arab, ilmu saraf memiliki peranan penting karena berkaitan erat dengan perubahan bentuk kata yang akan memengaruhi makna dan pemakaian dalam kalimat.
KH Ma’sum Ali menyadari bahwa ilmu ini bukan hanya soal menghafal bentuk-bentuk kata, melainkan juga memahami konteks penggunaannya. Dengan pendekatan yang aplikatif, santri diajak untuk memahami ilmu tashrif bukan sekadar sebagai hafalan, tetapi sebagai keterampilan berbahasa yang harus dikuasai.
Kitab ini disusun dengan struktur yang sangat sistematis. KH Ma’sum Ali membagi kitab ini menjadi beberapa bagian yang dimulai dengan pengenalan dasar-dasar ilmu saraf, seperti pengertian dan tujuan tashrif, dilanjutkan dengan pembahasan mengenai berbagai macam wazan (pola) kata dalam bahasa Arab.
Penyusunan yang sistematis ini mencerminkan filosofi pendidikan KH Ma’sum Ali yang menekankan pentingnya pemahaman secara bertahap dan terstruktur. Beliau beranggapan bahwa pemahaman ilmu harus dimulai dari hal-hal dasar sebelum melangkah ke pembahasan yang lebih kompleks.
Dalam menyusun kitab ini, KH Ma’sum Ali juga menggunakan pendekatan berbasis contoh (amtsilati). Hal ini terlihat dari banyaknya contoh-contoh kata dan kalimat yang disertakan untuk menjelaskan konsep-konsep tashrif.
Pendekatan berbasis contoh ini bertujuan untuk mempermudah santri dalam memahami perubahan bentuk kata dan maknanya dalam berbagai konteks. Dengan cara ini, santri tidak hanya belajar secara teoritis, tetapi juga dapat langsung melihat aplikasi dari ilmu yang dipelajari.
KH Ma’sum Ali menyadari bahwa belajar bahasa Arab, terutama dalam memahami kitab-kitab klasik, membutuhkan pendekatan yang tidak hanya teoretis, tetapi juga kontekstual. Kitab saraf Amtsilati Tashrifiyyah disusun dengan menggunakan metode yang menghubungkan teori dengan praktik.
Dalam setiap pembahasan tashrif, KH Ma’sum Ali selalu memberikan contoh-contoh nyata dari ayat-ayat Al-Qur’an atau hadis, serta teks-teks Arab lainnya yang sering dibaca oleh santri. Dengan demikian, santri dapat melihat langsung relevansi dan aplikasi ilmu tashrif dalam pemahaman teks-teks agama yang menjadi fokus utama di pesantren.
Pendekatan ini sejalan dengan filosofi pendidikan pesantren yang menekankan pentingnya memahami agama secara mendalam, bukan sekadar hafalan. Ilmu tashrif, sebagai salah satu ilmu alat untuk memahami bahasa Arab, harus diajarkan dengan cara yang mendukung pemahaman kontekstual terhadap teks-teks agama. KH Ma’sum Ali, melalui kitab ini, berusaha menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik, antara hafalan dan pemahaman, antara ilmu dan amal.
Selain itu, KH Ma’sum Ali menerapkan metode pembelajaran yang inklusif dalam penyusunan kitab ini. Inklusivitas ini terlihat dari bagaimana beliau mempertimbangkan berbagai tingkat kemampuan santri dalam mempelajari ilmu saraf.
Kitab ini disusun sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh santri dengan berbagai latar belakang kemampuan, mulai dari pemula hingga yang sudah cukup mahir. Hal ini menunjukkan bahwa KH Ma’sum Ali memahami betul keberagaman kemampuan belajar santri dan pentingnya menyediakan materi yang dapat diakses oleh semua tingkat pembelajaran.
Metode inklusif ini juga tercermin dalam penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. KH Ma’sum Ali memilih untuk menggunakan bahasa yang tidak terlalu rumit, sehingga santri tidak merasa kesulitan dalam memahami isi kitab. Penggunaan bahasa yang sederhana ini juga mencerminkan filosofi pendidikan beliau yang mengedepankan kemudahan akses terhadap ilmu pengetahuan, sehingga ilmu bisa dipelajari dan dipahami oleh siapa saja.
Filosofi lain yang bisa ditarik dari kitab saraf Amtsilati Tashrifiyyah adalah pemanfaatan ilmu untuk pengembangan diri. KH Ma’sum Ali selalu menekankan bahwa ilmu tashrif bukan sekadar ilmu bahasa yang dipelajari untuk memahami teks-teks agama, tetapi juga sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan berpikir analitis dan kritis.
Melalui pemahaman yang mendalam tentang perubahan bentuk kata dan pola-pola bahasa, santri dilatih untuk berpikir lebih kritis dalam menganalisis teks dan konteksnya. Ini merupakan bagian dari proses pendidikan di pesantren yang tidak hanya berfokus pada aspek kognitif, tetapi juga pengembangan karakter dan kemampuan berpikir kritis santri.
Keberadaan kitab Amtsilati Tashrifiyyah karya KH Ma’sum Ali ini merupakan manifestasi dari filosofi pendidikan pesantren yang holistik dan integratif. Kitab ini bukan sekadar buku teks untuk mempelajari ilmu saraf, tetapi juga alat untuk mengembangkan kemampuan berpikir, pemahaman kontekstual, dan pengembangan karakter santri.
Dengan pendekatan yang aplikatif dan inklusif, kitab ini tetap relevan dan menjadi rujukan penting dalam pendidikan pesantren hingga saat ini. Filosofi yang terkandung dalam penyusunan dan pengajaran kitab ini menunjukkan komitmen KH Ma’sum Ali terhadap pendidikan yang tidak hanya mengejar prestasi akademik, tetapi juga pembentukan karakter dan pemahaman agama yang mendalam.