Filsafat dalam Keseharian Kita

1,721 kali dibaca

Filsafat, dalam esensinya, adalah upaya manusia untuk mengeksplorasi dan memahami hakikat keberadaan, makna hidup, serta tata nilai yang mengatur interaksi manusia dengan dunia di sekelilingnya. Sebagai bagian tak terpisahkan dari pengalaman manusia, filsafat secara alami memengaruhi setiap aspek kehidupan sehari-hari, bahkan tanpa disadari.

Salah satu aspek kunci dari filsafat dalam keseharian kita adalah refleksi tentang makna hidup. Ketika kita dihadapkan pada tantangan atau peristiwa penting dalam hidup, seringkali kita merenungkan arti yang lebih dalam dari pengalaman tersebut. Misalnya, kegagalan dalam mencapai tujuan tertentu dapat memicu pertanyaan tentang arah hidup kita, sementara kehilangan orang yang dicintai mendorong kita untuk merenungkan nilai-nilai yang paling penting dalam hidup ini. Dalam momen-momen seperti itu, filsafat memberikan kerangka pemikiran yang luas dan mendalam, memungkinkan kita untuk mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan eksistensial tentang makna hidup dan tujuan hidup kita di dunia ini.

Advertisements

Selanjutnya, etika dan moralitas merupakan domain penting dari filsafat yang memiliki dampak yang langsung dalam kehidupan sehari-hari. Etika membahas tentang apa yang benar dan salah, baik dan buruk, serta tindakan-tindakan yang seharusnya dilakukan atau dihindari. Dalam berbagai situasi dalam kehidupan sehari-hari, kita dihadapkan pada berbagai pilihan yang melibatkan pertimbangan moral. Pemahaman tentang prinsip-prinsip etika seperti utilitarianisme, deontologi, atau etika kebajikan dapat membimbing kita dalam membuat keputusan yang bertanggung jawab dan bermoral.

Selain itu, filsafat juga membentuk cara pandang dan pemahaman kita tentang dunia. Melalui mempelajari berbagai teori filosofis, kita mengembangkan pemikiran yang lebih kompleks dan inklusif tentang berbagai aspek kehidupan. Misalnya, pemahaman tentang epistemologi membantu kita untuk mengevaluasi kebenaran informasi, sementara filsafat politik memungkinkan kita untuk memahami dinamika kekuasaan dan keadilan dalam masyarakat.

Berfilsafat di Pesantren  

Beberapa pesantren melaksanakan pembelajaran ilmu manthiq (logika) yang mana sangat terkait dengan semangat berfilsafat yakni berpikir benar. Lebih jauh lagi, cendekiawan muslim Ibnu Rusyd yang mengandaikan filsafat dan syariat seperti saudara sepersusuan (ukht rodho’ah). Sehingga untuk menuju kebenaran (kehakikatan) bisa saja melalui jalan filosofis. Contoh konkret dalam pembelajaran filsafat di beberapa pesantren adalah dalam kitab Bidayatul Mujtahid milik Ibn Rusyd yang menyajikan banyak perspektif fikih dengan ulasan secara filsafat hukum Islam yakni ushul fiqih. Tentu tujuan dari adanya pengambilan hukum filsafat Islam ini adalah agar sang murid memahami nalar berpikir dan keluasan horizon dalam banyaknya pandangan fikih.

Tidak hanya sebagai aktivitas intelektual, filsafat juga memiliki aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari di pesantren. Praktik refleksi diri yang teratur memungkinkan kita untuk secara sadar mempertimbangkan nilai-nilai dan tujuan hidup kita, sementara penerapan prinsip-prinsip filsafat dalam pengambilan keputusan membantu kita untuk bertindak secara bertanggung jawab dan bermakna.

Filsafat tidak hanya merupakan disiplin akademis yang terpisah dari kehidupan sehari-hari, tetapi juga merupakan alat penting dalam membentuk pandangan kita terhadap dunia dan tindakan kita di dalamnya. Dengan memahami dan mengaplikasikan prinsip-prinsip filsafat, kita dapat mengembangkan pemikiran yang lebih kritis, nilai-nilai yang lebih baik, dan hubungan yang lebih bermakna dengan orang lain. Sebagai hasilnya, filsafat terus memainkan peran sentral dalam membentuk makna hidup dan keberadaan manusia di dunia ini.

Sebagai contoh, ada seseorang yang sedang menjadi santri aktif di sebuah pesantren. Dia sepantasnya bisa mengidentifikasi diri tentang kenapa dan tujuan dia berada di pesantren. Apakah memang berasal dari dirinya sendiri, atau dia hanya menerima perintah dari orang tua dia tanpa adanya motivasi dari santri tersebut. Dalam filsafat, hal itu bisa disebut faktor teleologis (tujuan). Tentu ini akan menjadi landasan seseorang sebelum bertindak dan menentukan bagaimana nilai tujuan itu tercapai.

Dalam perbincangan antarsantri di sebuah pesantren, kita tidak memungkiri ada juga santri yang berbicara asbun alias asal bunyi saja. Tentu dalam konteks perbincangan serius, kalau seseorang berkomunikasi menggunakan proposisi-proposisi yang salah atau rancu, maka akan menghasilkan kesimpulan yang salah juga. Semisal seorang santri yang berujar bahwa semua teman-teman santrinya di pesantren XYZ adalah pribadi yang saleh tanpa terkecuali, sedangkan sang santri yang berujar tadi tahu bahwa sebagian santri bukanlah pribadi yang saleh.

Sebagai penutup, filsafat bukanlah sesuatu yang mengerikan sehingga membuat seseorang terjatuh dalam kenestapaan hidup. Sebaliknya, filsafat bisa mengantar seseorang untuk berpikir ulang tentang kehidupannya. Kita bisa merujuk secara etimologi, Philo dan Sophia yang secara dasar berarti cinta kebijaksanaan. Dalam beberapa literatur keislaman, filsafat setara dan sama dengan hikmah dalam Bahasa Arab, yang mana sama saja bisa diartikan sebagai kebijaksaaan. Ada ungkapan hadis yang masyhur yakni al-hikmatu dholatul mu’min. Bagi Nurcholish Madjid, ungkapan tadi adalah sebuah pengingat bahwa orang-orang mukmin saat ini sedang kehilangan sesuatu yang beharga, dan sesuatu yang berharga itu adalah hikmah (kebijaksanaan). Wallahu a’am bishowab.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan