Haji, Kok, ke Mekkah

16 views

Haji memang ke Mekkah. Iyalah, ke mana lagi? Maksudnya kenapa orang-orang pada berbondong-bondong pergi ke sana? Karena kewajiban. Sebab, naik haji adalah rukun Islam. Well, kalau yang sudah naik haji, kenapa masih ingin ke Mekkah lagi, bukankah kewajibannya sudah kelar? Nah, itu bukan lagi soal kewajiban. Tapi soal rindu. Rindu serindu-rindunya. Rindu yang tak tertahankan.

Mengapa Mekkah begitu dirindukan?

Advertisements

Ceritanya begini: Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk mendirikan Baitullah di daerah yang sekarang kita sebut Mekkah. Baitullah secara harfiah bermakna Rumah Allah. Tapi sebenarnya adalah tidak demikian. Sebab, Allah tak butuh tempat. Bangunan kubus hitam manis itu hanya meeting point yang secara fisikal ditunjuk Allah sebagai sarana pertemuan antara hamba dengan-Nya, tentu dengan segenap rahasia gigantik di balik Kakbah yan tak sepenuhnya dipahami manusia.

Baitullah selesai didirikan, pengunjung juga belum banyak. Tempat itu hanya dijadikan lalu lintas para kafilah dagang. Beberapa orang saja yang datang. Sepi. Maka, Nabi Ibrahim berdoa agar Allah menjadikan hati manusia cenderung kepada Baitullah. Doanya makbul. Allah pun meletakkan kerinduan di hati manusia, seolah lewat doa Nabi Ibrahim, Allah memanggil mereka untuk selalu datang dan datang ke bangunan suci tersebut.

Jika ada orang yang sudah mampu secara fisik dan finansial untuk naik haji tapi dia tak segera berangkat, biasanya, dia beralasan belum dipanggil. Nah, itu alasan saja. Soal panggilan, sebenarnya sudah dipanggi sejak dulu, sejak Nabi Ibrahim berdoa dan sejak naik haji menjadi Rukun Islam. Nabi Ibrahim sudah memanggil lewat doanya. Allah juga memanggil saat mewajibkan ibadah haji.

Maka tak salah kiranya, Jika Imam Al-Gazali berpendapat bahwa orang yang punya kemampuan berhaji tapi menunda, lantas di tahun berikutnya dia tidak punya kemampuan, maka wajib baginya mencari cara agar bisa naik haji. Jika tidak, dia berdosa.

Ke Mekkah Tapi Tak Bertemu Allah

Orang yang datang ke Mekkah adalah tamu Allah. Allah tuan rumahnya. Allah paling bagusnya host. Dia akan sangat menghormati dan memuliakan para tamu-Nya yang sudah datang jauh-jauh, ngabisin duit banyak-banyak, dan meluangkan waktu lama lama, hanya untuk bertamu kepada-Nya. Sungguh Allah akan menyambut mereka dengan penuh penghormatan.

Masalahnya, kadang, ada saja tamu yang kurang sopan saat bertamu. Siapakah mereka?

Pertama, orang yang takut bertamu kepada Allah karena dia merasa banyak dosa dan khawatir di Mekkah dia akan dibalas oleh Allah dengan beragam petaka. Ini rasanya sudah menjadi kisah populer di tengah masyarakat sehingga banyak orang mendengar dan percaya.

Padahal, betapa tidak sopannya tamu semacam ini. Hamba macam apa ini. Dia sudah berprasangka buruk pada Dzat Yang Maha Baik. Mari pikirkan bagaimana Allah akan menyiksa tamu-Nya padahal Allah Mahatahu bahwa si tamu dengan tulus dan mengorbankan banyak hal untuk bertamu pada-Nya.

Jika prasangka itu diperturutkan, jatuhlah dia pada rumus Ana ‘indza dhanni ‘abdi bi (Aku tergantung prasangka hamba-Ku pada-Ku). Kalau dia berprasangka dia akan disiksa karena dosa-dosanya saat di Mekkah, secara tak langsung dia memohon kepada Allah agar bertindak demikian. Betapa tidak beradabnya orang itu kepada Allah. Betapa zalimnya dia kepada dirinya sendiri.

Kedua, orang yang bertamu tapi tidak fokus kepada Allah dan lalai memenuhi janjinya kepada-Nya. Ibadah haji adalah sejenis kontrak khusus antara Allah sebagai tuan rumah dengan jamaah haji sebagai tamu.

Saat bilang Labbaik allahumma labbaik, itu adalah bentuk kontrak kemitmen untuk selalu mematuhi aturan Allah. Saat sa’i, dia berkomitmen untuk berusaha menjaga ketulusan dan keikhlasan (Shafa) guna mencapai kepuasaan hidup (Marwa). Saat melempar jumrah, dia berkomitmen kepada Allah untuk senantiasa memusuhi setan. Saat tawaf, dia tanda tangan kontrak untuk senantiasa berada dalam lingkaran rida Allah.

Semua itu mestinya dirasakan saat pulang dari Mekkah, lebih-lebih saat melakukan haji. Jika itu tidak terasa, karena kalah dengan godaan selama berhaji, sama halnya bertamu tapi tidak menghiraukan tuan rumah.

Jika bertamu kepada Allah sebagai kekasih atas nama rindu, betapa banyak orang yang datang ke rumah kekasih tapi tidak bertemu kekasihnya. Jika sangat rindu, tapi tidak cukup sangu, tak usahlah khawatir, tidak perlu mendatangi rumah kekasih yang dirindukan. Cukuplah undang si kekasih datang ke rumah kita, ke hati kita, daripada kita ke datang ke sana tapi bertemu dengan-Nya.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan