Hari Pendidikan Nasional, yang tahun ini jatuh pada Minggu 2 Mei 2021, tidak diperingati sesemarak tahun-tahun sebelumnya. Tidak boleh ada upacara, tidak ada lomba-lomba, tidak diizinkan mengadakan acara dengan cara seperti biasanya. Hal ini disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang masih terus mengancam hingga saat ini. Kita tentu tidak ingin seperti di India, yang dihantam gelombang tsunami Corona dan menyebabkan petaka kematian yang luar biasa. Na’udzu billah min dzalik, kita berlindung kepada Allah dari petaka tersebut.
Dibatasi karena adanya pendemi, bukan berarti kita diam seribu bahasa, tidak berbuat sesuatu yang berhikmah di balik peringatan Hari Pendidikan Nasional. Akan tetapi, kita tetap dapat memberikan manfaat dengan sesuatu yang terbatas (dampak Covid-19), berupa manfaat yang menembus batas.
Tidak sedikit hal manfaat yang dapat kita lakukan, semisal video conference, berdiskusi tentang kondisi pendidikan Indonesia, atau tema-tema pendidikan lainnya. Lebih jauh kita juga dapat melakukan gerakan-gerakan pendidikan lainnya dengan cara offline, tatap muka, tetapi dengan teknis protokol kesehatan yang ketat.
Menulis artikel terkait pendidikan juga bagian dari sebuah usaha mengisi Hari Pendidikan dengan nilai-nilai yang luhur. Hal ini dapat kita lakukan untuk melewati batasan pandemi melampaui batas dan tidak terpengaruh atas keterbatasan itu sendiri.
Makna Pendidikan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.
Di dalam wikipedia dijelaskan bahwa Pendidikan adalah pembelajaran, pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.
Jadi pendidikan merupakan sebuah upaya untuk memberikan pengajaran dan pengetahuan kepada peserta didik (generasi berikutnya) agar mereka mampu membawa diri dalam kehidupan sosial. Pendidikan dimaksudkan juga sebagai sebuah teknis agar seseorang mendapatkan keterampilan (skill), melalui pelatihan, penelitian, pembelajaran (KBM), bahkan melalui pembelajaran kemandirian (otodidak).
Ada beberapa istilah dalam pendidikan (pendidikan Islam) yang harus kita pahami untuk sebuah khazanah pengetahuan. Pertama, tarbiyah, berasal dari bahasa Arab (تربية), diambil dari kata (musytaq): ربي – يربو (tumbuh dan bertambah), رب – يرب (memperbaiki, menuntun, menjaga, memelihara), dan ربي – يربي (menjadi besar). Sebagaimana pengertian dari pendidikan di atas, bahwa mendidik merupakan upaya untuk memberikan pengajaran kepada peserta didik (generasi baru) agar mereka mencapai kebaikan dan kesuksesan yang diinginkan.
Kedua, taklim (تعليم) berasal dari kata علم (mengajar, memberitahukan kepada orang lain agar mereka mengetahui). Mengajar dalam paradigma lama adalah menyampaikan atau memberitahukan informasi dari seorang guru kepada peserta didik. Pemahaman ini menekankan proses pengajaran yang berpusat pada guru (teacher centre). Diperlukan perombakan makna agar proses ini terjadi kolaborasi maksimal yang pusat proses pengajaran ada pada siswa (student centre). Guru bertugas sebagai supervisor yang akan mengarahkan siswa kepada tujuan pengajaran sesuai dengan instruksi kurikulum.
Ketiga, takdib (تأديب) berasal dari kata ادب – يؤدب (menamkan sikap perilaku). Istilah ini (takdib) menekankan suatu proses pemahaman peserta didik terhadap tingkah laku atau sopan santun. Dibandingkan dengan tarbiyah dan taklim, pelaksanaan pembelajaran terkait takdib lebih jarang dilakukan. Karena dalam pembelajaran takdib lebih fokus kepada etika yang dalam hal ini tidak sebatas pengajaran tekstual akan tetapi juga pembelajaran kontekstual.
Terkait dengan etika (pembelajaran takdib), Rasulullah bersabda, “Tidaklah Aku diutus melainkan untuk memperbaiki akhlak (takdib).” (HR. Ahmad dari Abu Hurairah). Bahwa Nabi diutus oleh Allah kepada umat untuk membangun peradaban terkait dengan etika, akhlak, dan tingkah laku. Sebab, kehidupan sosial dalam kondisi pluralistik memerlukan tata aturan yang menasbihkan kehidupan sosial. Saling menjaga persaudaraan dan persatuan untuk harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tidak perlu adanya klaim kebenaran dan sikap tafkiri (menganggap orang lain salah) utamanya dalam hubungan kewarganegaraan. Karena kehidupan pluralistik ini merupakan sunnatullah, sudah diatur dan dikehendaki oleh Allah. “Dan jikalau Rabbmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya.” (QS. Yunus: 99). Dan dalam ayat lainnya, “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl: 93).
Keempat, tazkiyah (تزكية) berasal dari kata زكى – يزكى (proses menyucikan diri). Menyucikan diri yang dimaksud adalah membersihkan diri dari segala sifat yang mengotori pikiran. Seperti sifat sombong, congkak, kebencian, riya, takabur, merasa benar sendiri, dan lain sebagainya. Pendidikan tazkiyah merupakan sebuah unsur penyucian diri yang bersifat mentalitas jiwa seseorang.
Biasanya, tazkiyah ini dipelajari oleh orang-orang (pencari kebenaran) melalui pendidikan tasawuf. Sufisme atau tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlak, membangun lahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi.
Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam (wikipedia). Jadi, tazkiyah merupakan pendidikan dengan tingkatan yang lebih mendalam dan dipelajari oleh orang-orang tertentu saja. Namun demikian, semua orang punya kesempatan yang sama untuk mempelajari berbagai term pendidikan dengan segala aspek dan objeknya.
Pendidikan dan Covid-19
Saat ini dunia pendidikan diliputi permasalahan yang cukup pelik. Pendidikan dengan segala tingkatannya mengalami permasalahan terkait dengan pandemi Covid-19. Maka kemudian dimunculkan teknis pembelajaran secara online (daring). Teknis pembelajaran dengan menggunakan berbagai platform melalui Internet, sebenarnya bukan suatu pilihan. Akan tetapi merupakan keterpaksaan karena adanya sebaran Covid-19. Sebisa mungkin, proses pembelajaran dan pendidikan dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan. Dalam kaidah ushul fikih disebutkan, “Addharuratu thubihul mahdhurat,” bahwa keterpaksaan itu membolehkan sesuatu yang dilarang.
Hari ini, kita sampai pada keadaan proses pengajaran transisi. Kemeneterian Pendidikan telah memberikan sinyal bahwa di tahun ajaran baru mendatang (2021/2022), lembaga pendidikan dibolehkan untuk mengadakan KBM berbasis kelas. Namun demikian, kita harus tetap waspada agar gelombang tsunami Corona tidak menjadi kendala yang semakin memperburuk suasana. Kita harus tetap melakukan tatap muka dengan protokol kesehatan. Karena hanya dengan cara demikian kita akan mampu mengalahkan keganasan pandemi Covid-19.
Di hari pendidikan ini, dengan segala keterbatasan kita tetap berkomitmen untuk mendidik bangsa menuju kondisi mental dan kejiwaan yang lebih baik. Karena pendidikan generasi bangsa merupakan tanggung jawab kita bersama. Ketika kita bahu-membahu, bersama-sama, dan bekerja sama untuk membangun pendidikan yang berkeadilan, bukan tidak mungkin kita akan sampai kepada kehidupan yang sejahtera.
Selamat memperingati Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2021. Wallahu A’lam!