Media sosial telah banyak memberi kemudahan bagi umat manusia untuk berkomunikasi dengan siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Perkembangan pesat ini terjadi seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang semakin canggih. Namun, tak jarang kebanyakan orang menyalahgunakan teknologi ini. Misalnya, media sosial digunakan justru untuk saling menghujat, memfitnah, menyebar berita bohong atau hoaks, dan masih banyak lagi.
Padahal, seharusnya dengan berkembangnya teknologi yang semakin canggih, akan memudahkan manusia dalam beraktivitas dan berinteraksi sosial. Dengan begitu, diharapkan semakin banyak pula yang pintar dalam menggunakan teknologi tersebut. Bukan hanya handphone-nya yang smart, akan tetapi yang menggunakannya juga harus cerdas.
Dalam kesempatan ini, penulis akan membahas masalah penyebaran hoaks melalui peranti canggih dalam perspektif atau sudut pandang syariat atau hukum Islam. Hoaks, yang berasal dari Inggris hoax,diartikan sebagai (berita atau informasi) bohong.
Dari sudut pandang ahli komunikasi, menurut Prof Muhammad Ahli Dahlan, hoaks adalah manipulasi berita yang sengaja dilakukan dan bertujuan untuk memberikan pengakuan atau pemahaman yang salah. Di dalam hoaks terdapat penyelewengan fakta yang membuatnya menjadi menarik perhatian. Sesuai dengan tujuannya, hoaks dilakukan untuk mendapat perhatian.
Dapat kita ambil kesimpulannya bahwa hoaks merupakan informasi yang salah atau tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, dan dibuat dengan sengaja oleh pelaku dengan tujuan supaya sasaran atau target dari hoaks ini meyakini bahwa berita tersebut benar adanya.
Hoaks bagaikan cacing planaria dibelah dua. Artinya tidak akan ada habisnya dan tidak pernah selesai. Hanya, kita harus cerdas dalam memilah, menyaring, dan memastikan kebenaran berita yang kita terima. Jangan begitu saja langsung kita telan bulat-bulat berita palsu tersebut.
Sebagai negara hukum, Indonesia juga sudah mengatur masalah hoaks ini. Hal ini diatur dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE (UU ITE). Di sana ditegaskan bahwa, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.