Di era globalisasi informasi melalui jaringat Internet, beragam informasi melimpah bagai air bah yang sangat mudah dapat diakses oleh siapa saja. Termasuk, di dalamnya, informasi tentang ilmu agama. Dakwah pun kini banyak dilakukan melalui Internet. Dan, banyak ustadz dadakan muncul melalui Internet.
Tentu, ini berbeda dengan zaman sebelum ada Internet. Dulu, seseorang yang menuntut ilmu, katakanlah santri, harus menempuh jarak dan waktu cukup lama. Dengan teknologi yang ada saat ini, waktu dapat diringkas, jarak bisa dilipat sedemikian rupa. Akibatnya, orang malas bergerak mendatangi guru/kiai.
Atas fenomena ini, KH Muhayat saat pengajian Tri Wulan IMAP(Ikatan Mutakharijin Al Falah Ploso) Lampung, di Komplek Al Husein Pondok Pesantren Nurul Huda Kabupaten Pringsewu, Lampung (7/03), berpesan agar para santri tidak ngefans terlalu berat atau “mabuk” dengan para ustadz di kanal Youtube dan melupakan guru ngaji di surau yang mengajari alif-ba-ta….
“Jangan sampai kita ngefans berat dengan ustadz di Youtube, tapi melupakan guru kita sendiri,” ujarnya. Maraknya dakwah melalui Internet, menurut KH Muhayat, memang bisa menyebabkan orang lupa mendatangi majlis taklim maupun mondok di pesantren karena sudah kecanduan ustadz di Youtube. “Dianggapnya belajar agama cukup dengan online,” tandasnya.
Padahal, demikian KH Muhayat melanjutkan, guru adalah kunci kebahagiaan dan keberkahan ilmu dari seorang murid atau santri. Begitu juga, kesuksesan santri di tengah masyarakat, amat bergantung pada sejauh mana santri tersebut menjaga hubungan baik dengan gurunya. Murid akan buta tanpa ada bimbingan dari guru. Sebab, guru ibarat penerang di saat gelap. “Maka, sudah selayaknya murid mengagungkan dan memuliakanya,” katanya.
Itulah kenapa, lanjutnya, dalam tradisi pesantren, agar mendapat keberkahan ilmunya, seorang santri tiada jalan lain kecuali sam’an wa tha’atan, mendengar dan mematuhi apa pun yang diarahkan gurunya.
Dihadapan ratusan alumni Pesantren Al Falah Ploso Mojo, Kediri, Jawa Timur, itu hal senada juga dipesankan oleh sesepuh IMAP, KH Sa’dullah. Kiai sepuh yang demen mengenakan blangkon dan jaket Banser ini mengingatkan kembali dawuh pendiri Pesantren Al Falah Ploso, Syaikhona KH Jazuli Usman, tentang pentingnya mengaji dan mengajarkan Ilmu.
“Ingat selalu thoriqohnya Mbah Jazuli, afdholut thuruq, thoriqot ta’lim wa taallum. Sebaik-baik thariqah, thariqah belajar dan mengajar ilmu,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua MUI Pringsewu KH Hambali pada kesempatan itu menyampaikan pesan Ibu Nyai Rodliyah Jazuli dan putranya, KH Khamim Jazuli (Gus Miek), agar santri tidak muluk-muluk dalam mengejar dan mengajarkan ilmu. “Pesan Bu Nyai kepada saya, mulang ojo duwur-duwur, ngumpulne tangga mulang turutan, marai sholat kuwi berkahe gedi banget. Gus Miek juga berpesan, ngaji, ngaji! Ojo sampe ora tholabul halal (bekerja halal),” demikian kenangnya.
Dalam pertemuan IMAP Lampung ke-6 ini, seperti biasa, dibacakan kitab Minahus Saniyah oleh ustadz Ali Imron dari Lampung Tengah. Selanjutnya, digelar musyawarah alumni terkait program organisasi, di antaranya pembentukan pengurus IMAP tingkat kabupaten dan realisasi pembangunan gedung Graha IMAP Pusat. Sebelumnya, di tempat yang sama juga digelar semaan al-Quran 30 juz oleh Jamiyatul Qurro wal Huffad (JQH) Pringsewu, dilanjutkan pembacaan aurod Dzikrul Ghofilin dipimpin Mustasyar PCNU Pringsewu KH Anwar Zuhdi.