Al-‘Alim al-‘Allamah asy-Syekh Haji Muhammad Kholil bin Abdul Lathif Basyaiban al-Bangkalani al-Maduri al-Jawi asy-Syafi’i, atau lebih dikenal dengan nama Syaikhona Kholil atau Mbah Kholil, adalah gurunya guru para ulama besar Nusantara.
Mbah Kholil lahir di Kemayoran, Bangkalan, pada 1820 dan meninggal di Martajasah, Bangkalan, pada 1925. Umurnya antara 104-105 tahun. Sebagai maha guru para ulama besar, Mbah Kholil memiliki banyak jejak karomah yang dapat dijadikan pelajaran (ibrah) bagi generasi berikutnya.
Kisah karomahnya dituturkan dari generasi ke genarasi hingga kemudian menjadi catatan sejarah yang tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan. Dari waktu ke waktu, jejak sejarah itu terukir di atas keabadian, menjadi sebuah nilai kebaikan untuk dijadikan cermin kehidupan. Melalui berbagai manuskrip sejarah yang dapat dipertanggung-jawabkan, penulis mencoba menelusuri dan menyusuri jejak-jejak karomah KH Kholil Al-Bangkalani.
Salah satu karomah Mbah Kholil yang diruturkan turun temurun, dari generasi ke genarasi, adalah sebuah kejadian terkait dengan pencurian yang meresahkan masyarakat. Maraknya pencurian ini kemudian diadukan kepada Mbah Kholil yang saat itu sedang mengajar para santri tentang ilmu nahu.
Pada saat orang-orang datang untuk mengadukan perihal pencurian tersebut, Mbah Khalil sedang memberikan contoh kalimat susunan fi’il dan fa’il, yaitu “qama zaidun” yang artinya Zaid berdiri.
“Maaf, Kiai, di daerah kami seringkali terjadi pencurian,” demikian salah seorang yang datang mengadukan kejadian pencurian di kampung mereka. Mbah Khalil acuh tak acuh dan hanya mengatakan “qama zaidun”, dan terus mengajar santri-santrinya dan seakan tidak peduli dengan kehadiran orang-orang dari kampung sebelah.
Setelah sekian lama merasa tidak diperhatikan, mereka kemudian memutuskan untuk pulang. Di benak mereka hanya ada kalimat “qama zaidun” yang mereka sendiri tidak paham arti dan maksudnya. Dalam hati mereka berkata bahwa kejadian pencurian tidak akan pernah teratasi. Sebab, Mbah Kholil tidak memberikan solusi atas permasalahan yang mereka hadapi. Mereka merasa bahwa pencurian itu akan terus terjadi dan tentu saja mereka akan semakin resah.
Namun, sebuah keanehan terjadi. Sesampainya mereka di kampung halaman, di tengah-tengah kebun mereka (pada saat itu musim tanam buah mentimun) ada seseorang (beberapa) yang ditengarai sebagai pencuri yang selama ini beraksi. Orang itu terlihat hanya berdiri. Tidak dapat bergerak, bahkan duduk pun tidak bisa. Dari raut wajahnya terlihat pias dan penyesalan yang amat sangat. Dan benar saja, ia adalah pelaku pencurian yang selama ini sangat meresahkan masyarakat.
Demikian itu, ternyata “mantra” qama zaidun (Zaid berdiri) yang dilontarkan oleh Mbah Kholil merupakan karomah. Hingga pencuri pun tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa berdiri di tempat dengan ketakuatan yang luar biasa. Tetapi, masyarakat kembali resah dan bingung karena pencuri itu tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya berdiri mematung. Menjadi patung. Akhirnya mereka pun kembali kepada Mbah Kholil dan menuturkan kejadian aneh itu. Mbah Kholil memberikan bacaan lain dan disuruh diusapkan di wajah si pencuri itu.
Akhirnya, pencuri itu kembali normal dan dapat bergerak sebagaimana biasanya. Kepada orang-orang, pencuri itu menyatakan penyesalan dan berjanji tidak akan mencuri lagi. Demikianlah karomah Mbah Kholil, kalimat yang biasa dijadikan contoh dalam ilmu nahu dapat jadi mantra sakti yang tidak hanya membuat pencuri berdiri tanpa dapat bergerak, tetapi juga menyadarkannya untuk tidak melakukan perbuatan mencuri lagi. Wallahu A’lam!