Kisah ini diceritakan oleh KH Bahar, pengasuh Pesantren Sidogiri yang keenam. Ketika masih menjadi santri Mbah Kholil, pada suatu malam KH Bahar mimpi basah. Karena itu KH Bahar tidak ikut salat subuh berjamaah. Dan tidak tanggung-tanggung, Kiai Bahar mimpi bersanggama dengan istri Mbah Kholil. Atas kejadian tersebut, Kiai Bahar merasa sangat takut dan gemetar sekujur tubuh.
Malam sesaat sebelum masuk waktu subuh, Kiai Bahar bersembunyi di belakang masjid. Kiai Bahar tidak ingin kejadian semalam diketahui oleh siapa pun, termasuk juga Mbah Kholil. Tetapi, Mbah Kholil yang bukan orang sembarangan, setelah salat subuh, terlihat marah-marah kepada para santri yang telah melaksanakan salat jamaah subuh.
“Kurang ajar! Kurang ajar! Benar-benar santri tidak tahu tata krama,” demikian Mbah Kholil berucap marah di pagi buta itu. Para santri heran, mengapa Mbah Kholil marah-marah. Mereka tidak tahu apa yang menyebabakan Kiai yang sangat disegani dan dihormari itu terlihat begitu marah.
“Siapa yang subuh ini tidak berjamaah?!” Mbah Kholil bertanya kepada para santri, masih dengan raut kemarahan.
Seluruh santri menoleh ke kanan dan ke kiri. Mencari-cari siapa yang pagi itu tidak ikut salat jamaah subuh. Setelah dicari-cari akhirnya diketahui bahwa yang tidak ikut jamaah adalah Kiai Bahar. Kemudian Mbah Kholil memerintahkan santri untuk mencari Bahar dan membawa ke hadapannya.
Setelah Kiai Bahar dihadapkan, terlihat Mbah Kholil begitu marah. Kiai Bahar begitu gemetar, takut bukan kepalang. Kemudian Mbah Kholil berkata, “Bahar, karena kamu tidak hadir salat subuh berjamaah, maka harus dihukum. Tebanglah dua rumpun bambu di belakang pesantren dengan petok ini.”
Petok adalah sejenis arit kecil yang biasa digunakan unruk menyabit rumput. Sangat tidak mungkin untuk menebang rumpun bambu dengan alat sekecil ini. Tetapi, Kiai Bahar mematuhi perintah Syaikhona Kholil. Meski terasa sangat sulit, akhirnya Kiai Bahar pun berhasil menebang dua rumpun bambu. Sebuah kejadian yang memang di luar logika. Karena dengan alat yang digunakan sangat tidak layak untuk mengerjakannya.
Setelah Kiai Bahar menebang rumpun bambu, kemudian Mbah Kholil memerintahnya untuk makan nasi yang ada di nampan sampai habis. Kiai Bahar mematuhi semua yang diperintahkan Mbah Kholil. Berikutnya, Mbah Kholil juga memerintah Kiai Bahar untuk makan buah-buahan yang tersedia di nampan lain sampai habis. Dan itu semua dilakukan oleh Kiai Bahar dengan kepatuhan yang timbul dari hati yang paling dalam.
Setelah itu, Kiai Bahar diusir oleh Mbah Kholil. Sambil menunjuk Kiai Bahar, Mbah Kholil berteriak kepada semua santri, “Hai semua santri, ilmuku telah dicuri oleh orang ini!”
Kiai Bahar pun pulang dengan kegembiraan yang luar biasa. Karena merasa Mbah Kholil telah merestuinya untuk berbakti dan mengabdi dalam kehidupan masyarakat. Kiai Bahar pulang menuju kampung halamannya, hingga akhirnya Kiai Bahar menjadi pengasuh Pesantren Sidogiri. Wallahu A’lam!
Semoga mendapat barokah sang Waliyullah
Aamiin ya Robb!