KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pernah mengibaratkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai rumah besar yang memiliki banyak kamar. Setiap kamar dihuni oleh pemeluk masing-masing agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Di dalam kamar masing-masing, setiap orang bebas bertindak sesuai dengan aturan internal masing-masing kamar. Namun, ketika keluar dari kamar dan berkumpul di ruang keluarga, semua harus tunduk, patuh, serta taat pada kesepakatan bersama.
Dari pengibaratan tersebut, dapat diambil satu kesimpulan bahwa tata kehidupan Indonesia tidak bisa diubah berdasarkan aturan dari satu kamar saja. Kita bisa menangkap bahwa di dalam “kamar agama” sendiri, kita bebas meyakini dan mengamalkan ajaran agama masing-masing.
Namun, ketika berada dalam bingkai ke-Indonesia-an berbhineka mulai dari suku, budaya, dan agama, yang berlaku adalah aturan bersama. Salah satunya kita harus saling menghargai dan mendekatkan persamaan-persamaan yang ada, serta menjujung nilai-nilai kemanusiaan agar dapat terhindar dari ancaman intoleransi, pertikaian, dan kebencian-kebencian yang lainnya.
Karena itu, dalam konteks ke-Indonesia-an, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan menjadi penting, dan harus dijadikan perhatian utama dalam setiap pemikiran, pandangan, dan gerak langkah dalam kehidupan masyarakat Indonesia kekinian.
Masalah kemanusiaan tidak hanya terbatas pada akal budi, akan tetapi juga bagaimana memanusiakan manusia yang lain. Agar terbangun kehidupan yang damai, tentram, dan sejahtera, misalnya, setip manusia harus memanusiakan sesamanya. Sebab, pada dasarnya manusia tidak ditakdirkan hidup secara sendiri-sendiri dan saling menafikan.
Tak jarang kita menjumpai ketika ada bencana atau semacamnya, ada suatu gerakan seperti bantuan kemanusiaan. Kata kemanusiaan menjelaskan hakikat manusia yang berakal dan berbudi. Di sinilah kita juga dapat memaknai nilai-nilai kemanusiaan di dalam sila kedua dari Pancasila. Sila kedua Pancasila ini mengandung pengertian bahwa setiap manusia sama-sama ingin diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya selaku makhluk ciptaan Tuhan, yang sama derajatnya, sama hak dan kewajibannya, tanpa membedakan agama, suku, ras, dan keturunan.
Namun, keanekaragaman di Indonesia ini dapat menjadi kebanggaan, namun dapat pula menjadi sebuah ancaman perpecahan. Adanya keanekaragaman memungkinkan suatu kelompok masyarakat dapat memilih untuk hidup berdampingan dengan yang lain tanpa menilai dari agama, suku, ras, budaya, dan bahasa yang dimiliki. Namun, adanya keberagaman kondusif pula menjadikan kelompok-kelompok tersebut jadi saling membenci serta saling membatasi berdasarkan perbedaan maupun kesamaan yang ada di antara mereka.
Lebih-lebih, di era global ini, di bawah ancaman bahaya terorisme, komunisme, fundamentalisme, dan sebagainya, kegagalan mengelola keberagaman bisa mendorong bangsa ini ke dalam kondisi terpecah belah. Dalam situasi seperti inilah, nilai-nilai kemanusiaan sangatlah harus dijunjung tinggi. Nilai-nilai kemanusiaan dapat menjadi fondasi yang kokoh dalam mengahadapi tantangan-tantangan zaman ke depan.
Penerapan nilai-nilai kemanusiaan juga dapat kita ukur dari suatu hal yang tercermin dalam masalah hak asasi manusia (HAM) dan hal-hal yang berbau SARA. Kasus pelanggaran di dalam bidang hak asasi manusia (HAM) merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan nilai-nilai kemanusiaan. Contoh kecilnya yaitu penganiayaan, pencemaran nama baik, menghalangi orang dalam mengekspresikan pendapat, perbudakan, dan lainnya.
Di suatu masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, pluralisme memperoleh pijakan yang kokoh. Indonesia adalah salah satu contoh negara di mana masyarakatnya menganut beragam agama dan kepercayaan. Karena itu, pluralisme keagamaan dapat menjadi tantangan khusus bagi bangsa Indonesia.
Jika tidak dipahami dengan benar dan arif oleh semua pemeluk agama, pluralisme agama akan menimbulkan suatu dampak, tidak hanya konflik antarumat beragama, tetapi juga konflik sosial dan disintegrasi bangsa. Di sinilah perlunya menanamkan nilai-nilai kemanusiaan pada setiap pemeluk agama dan kepercayaan sebagai langkah untuk membangun pluralisme yang benar dan tidak disalahpahamkan.
Seperti yang diibaratkan Gus Dur, Indonesia tak bisa diatur hanya oleh aturan yang datang dari satu kamar saja. Harus dijalankan berdasarkan kesepakatan bersama. Di sinilah arti pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan pluralisme.